Sidang Umum Inter Parliamentary Union (IPU) di Jenewa, Swiss, Selasa (27/3/ 2018) akhirnya mengadopsi rancangan resolusi tentang status kota Yerusalem. Kesepakatan ini diambil setelah melalui perdebatan sengit.
Anggota Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI Bara K. Hasibuan yang mewakili delegasi Indonesia, dengan tegas mendorong agar rancangan resolusi tentang status kota Yerusalem tersebut segera diadopsi tanpa amandemen.
“Rancangan resolusi telah dibahas oleh Drafting Committee yang dihadiri oleh perwakilan dari berbagai kelompok geopolitik. Sehingga, dari segi substansi, rancangan resolusi yang disusun telah mengadopsi berbagai pandangan yang berbeda. Jadi tidak ada justifikasi untuk menunda pengadopsian resolusi ini,” tegas Bara, Rabu (28/3/2018).
Bara menjelaskan, dalam sidang sempat dilakukan voting, namun akhirnya Sidang IPU memutuskan bahwa rancangan resolusi mengenai Yerusalem tidak akan mengalami perubahan dan selanjutnya diadopsi secara resmi dalam Sidang Umum IPU yang berlangsung pada Selasa (27/3/2018).
“IPU menolak keputusan Trump yang mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Pertemuan tersebut berjalan lancar dan beberapa usulan Indonesia diakomodir oleh komite, terutama masukan kita mengenai pentingnya memperbarui proses perdamaian antara Israel dan Palestina dalam framework multilateral,” jelas Bara.
Lebih lanjut, Bara menjelaskan, “Indonesia menyampaikan usulan tersebut dengan pertimbangan bahwa resolusi yang diadopsi IPU sebaiknya dapat memberikan solusi bagi terciptanya perdamaian secara permanen di Timur Tengah dalam kerangka two-state solution antara Palestina dan Israel, bukan hanya mengutuk tanpa ada penyelesaian,” katanya.
Drafting Committee on Emergency Item IPU terdiri dari perwakilan kelompok-kelompok geopolitik yang ada di IPU, diantaranya Asia-Pacific Group (APG), Arab Group, dan kelompok parlemen negara-negara anggota OKI.
Drafting Committee yang diketuai oleh Delegasi Belgia telah menyelesaikan rancangan resolusi mengenai Yerusalem pada Senin (26/3/2018) sebelumnya.
“Diadopsinya resolusi ini sangat penting untuk menegaskan sikap organisasi parlemen dunia baik secara simbolis maupun substantif terhadap keputusan AS atas Yerusalem, dan memberikan tekanan agar proses perdamaian antara Israel dan Palestina dimulai kembali,“ tegas Bara.
Sebelumnya, dalam sidang IPU sejumlah negara berupaya untuk menggagalkan atau setidaknya merubah substansi rancangan resolusi yang isinya menolak dengan tegas keputusan Amerika Serikat untuk memindahkan kedutaannya ke Yerusalem.
Resolusi tersebut juga mengecam keras perlakuan Israel terhadap Palestina selama ini. Portugal merupakan negara yang pertama kali mengusulkan agar rancangan resolusi Emergency Item mengenai status kota Yerusalem diamandemen.Namun sejumlah negara, termasuk Indonesia, mengajukan protes atas usulan Portugal. (*)