Bukan tanpa alasan, ini karena jaksa memandang Setya Novanto belum kooperatif berkata jujur atas perbuatannya terkait proyek e-KTP.
"Honesty is hardly ever heard, and mostly what I need from you," kata Jaksa Irene Putri, membacakan surat tuntutan untuk Setya Novanto.
Menurut Irene, membongkar kasus e-KTP dirasa berat. Sebab megakorupsi e-KTP ini tidak menggunakan modus-modus yang tradisional.
Dalam perjalanan pengusutannya dilakukan hingga ke luar negeri.
Bahkan ada salah satu saksi penting mati bunuh diri di luar negeri.
Saksi dimaksud yakni Johannes Marliem, saksi mahkota kasus dugaan korupsi e-KTP.
"Hal-hal tersebut meski menghambat penanganan perkara tapi penuntut umum tetap percaya terhadap kebesaran Tuhan bahwa tidak ada kejahatan yang sempurna dan selalu ada rahmat tuhan kepada setiap penegak hukum dalam membongkar setiap kejahatan," ungkap Jaksa Irene.
Baca: Kiki Hasibuan Beli Apartemen untuk Teman Dekatnya Pakai Uang Jemaah
Selain itu, penuntut umum juga menyadari perkara ini begitu menarik perhatian publik tidak hanya di dalam negeri tapi juga di luar negeri karena pelaku yang diajukan ke muka persidangan adalah seorang politikus yang punya pengaruh kuat.
Irene juga menambahkan hal lain yang membuat perkara ini menarik perhatian publik adalah objek perkara ini menyangkut hak asasi setiap warga negara yakni mengenai identitas diri.
Oleh karena itu, lanjut Irene, menangani perkara e-KTP tidak bisa dilakukan dengan cara-cara yang konvensional, tapi harus berpikir progresif terutama dalam memaknai perbuatan menguntungkan diri sendiri yang tidak harus dilakukan dan diterima secara fisik oleh tangan pelaku langsung.
"Mengutip syair Billy Joel yang berjudul honesty, maka penuntut umum ingin menyampaikan "honesty is hardly ever heard and mostly what I need from you", kejujuran adalah hal yang paling sulit didengar tapi sesungguhnya itulah yang kuinginkan dari dirimu," kata Jaksa Irene.
Minta Istri Tenang
Sebelum menjalani sidang tuntutan Setya Novanto dan istri tercinta, Deisti Astriani Tagor menyempatkan diri untuk sarapan bersama.
Menurut Deisti, kesempatan itu digunakan pasutri ini untuk ngobrol santai tanpa membahas soal kasus maupun prediksi tuntutan.