TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Agus Rahardjo, akhirnya mengungkapkan alasan pihaknya tidak langsung mengumumkan penetapan tersangka 38 anggota DPRD Sumatera Utara periode 2009-2014 dan 2014-2019 pada hari ini, Selasa (3/4/2018).
Agus mengakui bahwa sebenarnya surat perintah dimulai penyidikan sudah terbit sejak 28 Maret 2018 lalu. Menurut Agus, pihaknya sengaja baru mengumumkan hari ini adalah bagian dari strategi.
"Karena kami mengumumkan belakangan selalu tunggu waktu," jelas Agus di Gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Selasa (3/4/2018).
Agus mengatakan cara ini dilakukan untuk memaksimalkan kerja penyidik di lapangan. "Biasanya setelah sprindik keluar kita geledah dan sita. Nah kami biarkan anak-anak di lapangan bekerja," ungkap Agus.
Seperti diketahui, KPK akhirnya mengumumkan penetapan tersangka anggota DPRD Sumatera Utara periode 2009-2014 dan 2014-2019.
Baca: Penting! Gejala Psikopat Bisa Dikenali Sejak Usia Tiga Tahun, Ini yang Harus Dilakukan Orang Tua
Ke-38 anggota DPRD Sumut tersebut ditetapkan sebagai tersangka setelah diduga menerima suap dari Gubernur Sumut, Gatot Pujo Nugroho.
Sebanyak 38 anggota dan mantan anggota DPRD Sumut yang jadi tersangka baru kasus suap Gatot adalah Rijal Sirait, Rinawati Sianturi, Rooslynda Marpaung, Fadly Nurzal, Abu Bokar Tambak, Enda Mora Lubis, M Yusuf Siregar.
Kemudian, Muhammad Faisal, DTM Abul Hasan Maturidi, Biller Pasaribu, Richard Eddy Marsaut Lingga, Syafrida Fitrie, Rahmianna Delima Pulungan, Arifin Nainggolan, Mustofawiyah, Sopar Siburian, Analisman Zalukhu, Tonnies Sianturi, Tohonan Silalahi, Murni Elieser Verawaty Munthe, Dermawan Sembiring.
Lainnya, yakni Arlene Manurung, Syahrial Harahap, Restu Kurniawan Sarumaha, Washington Pane, John Hugo Silalahi, Ferry Suando Tanuray Kaban, Tunggul Siagian, Fahru Rozi, Taufan Agung Ginting, Tiaisah Ritonga, Helmiati, Muslim Simbolon, Sonny Firdaus, Pasiruddin Daulay, Elezaro Duha, Musdalifah, dan Tahan Manahan Panggabean.
Mereka disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 64 Ayat (1) dan Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.