TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA-Aksi pembersihan loyalis Anis Matta dan pemecatan sejumlah pimpinan DPW, tak bisa dipungkiri terkait dengan kontestasi Capres PKS yang berjumlah sembilan orang. Nama Anies Matta salah satunya. Hal ini diungkap oleh mantan Wasekjen PKS, Mahfuz Sidik.
Menurutnya, dibanding calon lainnya, Anies Matta terlihat yang paling masif melakukan sosialisasi. Spanduk, baliho dan bahkan billboard ukuran besar menyebar di hampir semua kota/kabupaten. Mengusung slogan #AranBaruIndonesia, kemunculan Anis Matta menjadi fenomenal.
Minggu (8/4/2018) kemarin, Anis Matta meresmikan jaringan relawan AMPM (Anis Matta Pemimpin Muda) di Denpasar, Bali. Mengejutkan, karena dihadiri hampir ribuan massa berkaos seragam warna hitam.
Selain Anis, yang belakangan muncul dan bahkan mengundang reaksi dari Presiden Jokowi adalah Mardani Ali Sera. Mengusung slogan #2019GANTIPRESIDEN, Mardani melakukan sosialisasi melalui media sosial dan penggalangan dukungan.
Lengkap dengan atribut kaos, gelang dan topi. Meski masuk dalam bursa capres PKS, namun Mardani tidak terang-terangan mengenalkan dirinya sebagai capres.
Nama besar lain seperti Hidayat Nur Wahid, Ahmad Heryawan dan Irwan Prayitno nyaris tidak terdengar dan terlihat aksi sosialisasinya. Begitu pula Presiden PKS Mukhamad Sokhibul Iman dan Ketua Majelis Syuro PKS Salim Segaf Al-Jufri.
"Fakta ini mengundang pertanyaan di banyak kalangan. Kenapa hanya Anis Matta dan Mardani Ali Sera yang tampil? Lalu kenapa ada aksi pembersihan loyalis Anis Matta? Tidak mudah menggali jawabannya, karena pada umumnya pengurus PKS yang dihubungi enggan berkomentar," kata Mahfuz, Senin (9/4/2018).
Dua sosok capres di PKS, Anis Matta dan Mardani menurutnya berani secara terbuka menantang Jokowi di pilpres 2019. Bedanya Mardani dengan gerakan #2019GANTIPRESIDEN, sementara Anis Matta dengan gerakan #ArahBaruIndonesia. "Capres PKS yang lain nampaknya tidak manuver wacana dan gerakan. Entah apa sebabnya.
“Setidaknya 4 atau 5 orang yang ingin kontestasi. Masing-masing mungkin punya cara dan kartu yang berbeda. Misalnya yang menjabat gubernur akan gunakan kartu kepala daerah, yang menjabat presiden atau pimpinan majlis syuro juga akan pakai kartu pimpinan tinggi partai. Yang mantan menteri bisa jadi akan pakai kartu “pengalaman di pemerintahan”," kata Mahfuz.
Mahfuz menegaskan kontestasi itu harus dilihat di atas dan di bawah permukaan. Kalau di atas permukaan yang nampak hanya Anis dan Mardani. Tapi menyelam di bawah, ada kontestasi keras diantara 4-5 calon lainnya. Tidak dikerucutkan sembilan calon kepada satu nama saja, Mahfuz mengaku tidak tahu persis.
“Urusan 9 capres ini agak remang-remang. Banyak kader dan pengurus partai juga tidak tahu akan dikelola seperti apa dan akan dibawa kemana ujungnya,” ungkap Mahfuz heran.
Menurut mantan wasekjen PKS era presiden Anis Matta ini, mengerucutkan 9 nama ke hanya satu nama, tentu ada syarat dan konsekuensinya.
“Harus jelas dulu proyeksi partai koalisi dan pasangan calonnya. Apakah paslonnya dengan Jokowi, Prabowo atau sosok baru di luar keduanya. Ini penting, bagian strategi pemenangan. Sarat harus dipenuhi calon, dari sisi kompetensi dan kapabilitas, sama pentingnya.” Mahfuz mengungkapkan.
Mahfuz kemudian menceritakan, beredar informasi bahwa saat terjadi komunikasi pimpinan Gerindra dan pimpinan PKS tentang koalisi Pilpres 2019, dibahas tentang komitmen pendanaan pemenangan dari paslon yang diajukan kedua partai tersebut jika berkoalisi.
“Nah hal semacam ini kan harus jelas juga. Karena kalau gak jelas, jangan-jangan tiket dibeli orang lain. Kalau itu yang terjadi, yah sembilan capres PKS hanya jadi pajangan di etalase saja.” Imbuh Mahfuz.
Mahfuz juga mengungkapkan keheranan kenapa sampi sekarang tidak ada mekanisme atau forum untuk 9 capres tersebut memaparkan visi-misi, strategi-agenda dan daya dukung pemenangannya.
Sehingga kader PKS, masyarakat luas dan partai calon koalisi bisa tahu bobot kemampuan dan elektabilitas masing-masing calon. “Ini yang saya maksud proses 9 capres PKS itu remang-remang.” Sindir Mahfuz.
Setidaknya telah terjadi penggantian Ketua DPW PKS. Di Jawa Tengah, Ketua DPW Sumsel dan Ketua DPW Sulteng. Dan kabarnya akan ada pergantian beberapa DPW lainnya.
“Saya juga heran. Itu bukan tradisi organisasi di PKS. Pergantian mendadak dan sepihak, tanpa alasan dan prosedur yang jelas seperti diatur Ad/ART. Dalam ingatan saya sejak awal berdiri partai ini tahun 1999, baru pada era kepengurusan sekarang terjadi kasus penggantian pengurus secara dadakan dan pemecatan kader dalam jumlah yang terus bertambah.” tegas Mahfuz.
Tindakan pemberhantian dan pemecatan, imbuhnya, santer diopinikan sebagai pembersihan loyalis Anis Matta. Perlawanan balik kemudian muncul, bahkan dengan mengikuti jejak Fahri Hamzah yaitu melalui jalur hukum. “Sah dan wajar. Kalau ada pihak yang merasa dizalimi lalu menggugat secara hukum. Itu bagian dari hak warga negara. Partai pun secara organisasi tunduk pada hukum negara,” katanya.
Menurutnya, mekanisme hukum negara melalui PTUN ataupun melalui hukum acara perdata bahkan pidana, sebagai jalur pembuktian keabsahan suatu tindakan atau keputusan menurut hukum nasional.
“Kalau PKS mau ganti presiden, artinya harus siap jadi presiden Indonesia sebagai negara hukum. Jadi PKS harus ikhlas diuji tindakan dan keputusannya oleh hukum negara” Mahfuz mengingatkan.
Menurut Mahfuz, tindakan penggantian dan pemecatan orang-orang yang disebut sebagai loyalis Anis Matta lebih merupakan permainan keras kontestasi diam-diam dalam pencapresan di PKS. “Setahu saya kalau ada pengurus atau kader yang terlibat sebagai relawan atau tim pemenangan Anis Matta pasti akan berurusan sanksi. Mulai dari teguran, peringatan, penggantian hingga pemecatan,” ungkap Mahfuz.
“Saya khawatir di PKS ada yang tidak pernah berfikir tentang pertanyaan ini. Karena pikiran awalnya yang tertanam dan menancap dalam adalah Anis Matta sebagai ancaman. Ancaman yang harus dilenyapkan sampai ke akar-akarnya. Dengan berbagai cara,” tegas Mahfuz.
“Pilkada 2018 di depan mata. Pemilu 2019 tinggal 365 hari lagi. Apakah PKS akan menghabiskan hari-hari itu dengan mengganti dan memecat kader sendiri? Jangan-jangan karena bicara terbuka begini, saya pun akan segera masuk daftar.” kata Mahfuz lagi.
Permainan kontestasi diam-diam pencapresan di PKS keras sekali, lanjut Mahfuz lagi, sangat keras. Segala cara sudah dipakai. Ia mengaku salut dengan Mardani dan Anis yang tampil terbuka. Juga Ahmad Heryawan yang mulai keliling sosialisasi.
"Kalau tampil dan terbuka maka permainan ini bisa dilihat dan dikontrol banyak orang. Ada fairness. Jangan sampai PKS sudah hancur-hancuran, tapi di ujung tiket pilpres malah dibeli orang lain .” pungkas Mahfuz.