TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Riak yang tejadi di tubuh PKS belakangan ini, yang disebabkan pergantian mendadak beberapa pimpinan DPW di daerah sebenarnya akarnya tidak kompleks.
Menurut pengamat politik FISIP UI, Kamarudin, perosalan menjadi kompleks ketika sosok yang hendak digantikan menolak.
"Sebenarnya akar persoalannya sederhana, yakni rotasi posisi dalam struktur partai maupun pada posisi jabatan publik. Menjadi kompleks ketika sosok yang hendak diganti menolak dan bermanuver di muka umum," kata Kamarudin, Selasa (10/4/2018).
Menurut Kamarudin, reposisi jabatan adalah sebuah kewajaran, dan apalagi dalam sebuah partai politik yang tingkat kedisiplinannya tinggi macam PKS.
Namun akan berbahaya jika konflik internal itu meluas, karena akan berpengaruh pada konsolidasi dan elektabilitas partai.
Baca: Dilaporkan Fahri Hamzah, Presiden PKS Penuhi Panggilan Polda
Dalam hal inilah, menurutnya efektifitas manajemen konflik dintubuh PKS diuji.
"Jika konflik internal itu meluas, pasti berpengaruh pada konsolidasi partai dan dikhawatirkan pada tingkat elektabilitas PKS dalam pemilu," katanya.
Baca: Live Streaming Persija Jakarta vs Johor Darul Ta'zim, Laga Penentu Piala AFC Grup H
Kamarudin menambahkan, jika menjelang Pemilu 2014 lalu isu korupsi LHI membuat solid di tubuh PKS, namun konflik internal PKS dewasa ini bisa memberatkan dari segi konsolidasi menjelang Pemilu presiden 2019.
Dengan makin meluasnya konflik, maka berbagai dampak negatif akan bermunculan.
Salah satunya saat membangun konsolidasi.
Oleh karena itu, menurutnya lebih baik konflik dihentikan, agar PKS menjadi lebih fokus menghadapi Pemilu 2019.