Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rizal Bomantama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menkominfo Rudiantara menyatakan keseriusannya untuk menyelesaikan kasus kebocoran data pribadi yang ada di jejaring sosial Facebook dalam beberapa waktu terakhir.
Keseriusan itu ditunjukkan dengan memberi surat peringatan kedua kepada Facebook Indonesia.
Rudiantara mengaku dirinya tidak mau ada pihak yang menggunakan data pribadi di media sosial untuk mengacak-acak negara Indonesia seperti di Rohingya, Myanmar.
Baca: Ini Harapan Istri Novel Baswedan Pasca Setahun Teror Air Keras
“Saya tidak mempunyai keraguan untuk desak mereka (Facebook) karena saya tidak ingin Facebook dijadikan platform untuk mengacak-acak Indonesia seperti Rohingya, Myanmar,” ujar Rudiantara usai menghadiri rapat dengar pendapat di Komisi I DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (11/4/2018).
Rudiantara mengatakan bahwa Cambridge Analytic (CA) yang terungkap memanfaatkan data pribadi di Facebook untuk memenangkan Presiden Amerika Serikat Donald Trump diketahui ikut memperkeruh suasana di Rohingya.
“Isu CA di Facebook ini merupakan isu menggunakan platform untuk menghasut seperti contohnya yang terjadi di Rohingya,” tegasnya.
Rudiantara menegaskan kepada Facebook Indonesia bahwa kebocoran data itu bisa berujung pada tuntutan hukum karena melanggar Permen Kominfo Tahun 2016 tentang Perlindungan Data Perngguna.
“Melanggar Permen Kominfo dan UU ITE, hukumannya bisa 12 tahun penjara dan atau denda Rp 12 miliar. Tapi itu kan polisi yang tetapkan,” pungkasnya.
Baca: Harga 3,9 Juta-an, Vivo V9 Dengan Layar Full HD+ Jadi Primadona!
Facebook sebelumnya telah merilis ada 87 juta data akun yang dimanfaatkan oleh Cambridge Analityca, yaitu konsultan politik yang berperan dalam kemenangan Donald Trump di Pilpres Amerika Serikat 2016.
Dari 87 juta data akun, 70,6 akun di antaranya milik warga Amerika sementara satu juta di antaranya milik warga Indonesia.