TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia, Usman Hamid mendesak Presiden Joko Widodo untuk memberikan jangka waktu terhadap tim investigasi kepolisian menyelesaikan kasus penyerangan terhadap penyidik KPK, Novel Baswedan.
Usman menilai, saat ini Jokowi bersikap menunggu Polri menyerah sebelum mempertimbangkan pembentukan tim gabungan pencari fakta (TGPF).
"Presiden sebagai pemimpin negara, pemimpin tertinggi di pemerintahan harus mulai bersikap lebih tegas dengan memberikan jangka waktu kepada Kepolisian," kata Hamid di kantornya Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (12/4/2018).
Baca: Mantan Pimpinan KPK: Presiden Lepas Tanggungjawab Tangani Teror Novel Baswedan
Usman mengaku tidak mengetahui secara pasti alasan Presiden Jokowi tidak memberikan jangka waktu kepada Kapolri Tito untuk menyelesaikan kasus Novel.
Namun, hal itu dinilainya sebagai langlah yang tidak bijak.
"itu tidak bijak karena Presiden lah yang mengangkat Kapolri. Kalau menunjuk seorang Kapolri tentu saja mendasarkan keputusannya kepada satu keyakinan bahwa orang ini favoritnya akan memenuhi harapan masyarakat," kata Usman Hamid.
Usman menyebut, keseriusan Jokowi dalam menyelesaikan kasus Novel merupakan bentuk keseriusan pemerintah terhadap pemberantasan korupsi.
"Presiden punya kesempatan besar untuk menegaskan komitmennya dalam pemberantasan korupsi dengan menyelesaikan kasus-kasus novel Baswedan," jelas Usman Hamid.
Diketahui, Novel Baswedan mengungkapkan kekecewaannya terhadap kasus penyiraman air keras terhadap dirinya.
Sebab, penyelesaian kasusnya tak kunjung terungkap selama satu tahun ini.
Kasus ini, kata Novel, tidak boleh diremehkan dan dibiarkan.
Jika ancaman ini diremehkan, Novel juga khawatir para pengancam akan lebih berani menyerang KPK dan segenap upaya pemberantasan korupsinya.