TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Saksi sekaligus orang tua korban bom Samarinda Jekson Sihotang menyebut putrinya Anita Sihotang selain mengalami luka bakar yang hampir sembuh, saat ini mengalami trauma psikologis yang belum pulih.
Jekson menceritakan bagaimana anaknya selalu merasa ketakutan saat mendengar suara mesin motor dinyalakan untuk dipanaskan.
Hal ini diungkapkan Jekson saat menjadi saksi persidangan terdakwa kasus dugaan terorisme Aman Abdurrahman alias Oman Rochman alias Abu Sulaiman bin Ade Sudarma kembali digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (17/4/2018).
"Sebelum kejadian (bom Samarinda) menyalakan mesin motor enggak pernah takut. Belakangan, sudah panasin sedikit, Anita lari ke dalam rumah," kata Jekson.
Selain itu, Jekson menyebut trauma yang dialami anaknya semakin terlihat saat menjelang hari raya Idul Fitri dimana warga sering menyalakan petasan dan kembang api yang menimbulkam suara ledakan.
Suara ledakan petasan, kata Jekson, membuat Anita berteriak keras.
Meski saat ini Anita sudah mulai bermain dengan teman sebayanya, namun trauman ledakan bom di Gereja Oikumene Samarinda pada 13 November 2013 lalu atau hampir 1,5 tahun lalu itu membuat psikologisnya terganggu.
"Bermain memang sama yang mulia, tapi psikologisnya karena traumanya yang mulia," terang Jekson.
Saksi lainnya, Marsyana Tiur Novita juga menceritakan bagaimana kondisi anaknya Alvaro Aurrelius mengalami trauma psikologis.
Pasalnya, pada saat kejadian, Alvaro mengalami luka bakar di bagian kepala serta tangannya.
Trauma yang dialami Alvaro terlihat saat Marsyana hendak memasak dan menyalakan api kompor.
"Dia kalau lihat saya masak, histeris. Kalau aktivitas, dia biasa (sudah normal)," ujar Marsyana dalam persidangan.
Marsyana juga mengatakan bahwa saat ini Alvaro masih menjalani proses operasi penempelan kulit dan rambut di Kuala Lumpur, Malaysia.
Diketahui, total korban anak dalam peristiwa bom Samarinda sebanyak 4 orang yakni Intan Marbun (2,5), Triniti Hutahayan (4), Alfaro Sinaga (5) dan Anita (4).
Dalam dakwaan, Jaksa menduga Aman Abdurrahman alias Oman Rochman terlibat dalam aksi serangan bom Gereja Oikumene, Samarinda, Kalimantan Timur.
Terpidana utama bom Samarinda adalah Joko Sugito.
Jaksa menduga Sugito dan Aman pernah bertemu di Lembaga Permasyarakatan Nusa Kambangan, Cilacap, Jawa Tengah.
Sementara, dalam kesaksian Sugito di PN Jakarta Selatan pada 27 Maret 2017 mengatakan sering merakit bom untuk persiapan akhir zaman.
Pemahaman itu diperolehnya setelah mendengar sejumlah ceramah Aman Abdurrahman.
Aman Abdurrahman didakwa pasal berlapis karena diduga menjadi aktor intelektual teror bom Thamrin dan sejumlah aksi terorisme dalam rentang waktu 2008 hingga 2016.
Dalam dakwaan primer, Aman didakwa dengan pasal 14 juncto pasal 6, subsider pasal 15 juncto pasal UU Nomor 15/2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme dengan ancama pidana penjara seumur hidup atau hukuman mati.
Sementara itu, dalam dakwaan sekunder, Aman Abdurrahman didakwa dengan pasal 14 juncto pasal 7, subsider pasal 15 juncto pasal 7 UU Nomor 15/2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme dengan ancaman pidana penjara seumur hidup.