News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Cerita ABK STS-50: Saya Yang Penting Berangkat, Eh Tahunya Kapal Ilegal

Penulis: Dennis Destryawan
Editor: Johnson Simanjuntak
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Personel TNI AL Lanal Sabang mengawal Anak Buah Kapal (ABK) kapal dengan nama lambung STS-50 yang menjadi buronon interpol di Dermaga Lanal Sabang, Sabtu (7/4/2018). SERAMBI INDONESIA/BUDI FATRIA

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Widayat (20), Anak Buah Kapal STS-50 mengaku tak tahu kapal tempatnya berlayar ilegal dan menjadi buronan Interpol atau Komisi Polisi Kriminalitas Internasional.

Berbekal cerita dari seorang teman, Widayat akhirnya berminat untuk menjadi seorang ABK. Ia pun mendaftar ke salah satu agen penyalur tenaga kerja, PT GSJ, pada tahun lalu. Usai menunggu tiga bulan lamanya, ia diberangkatkan ke Vietnam.

"Dari Jakarta diterbangkan ke Vietnam. Dari sana baru naik kapal. Awalnya, saya yang penting berangkat. Eh, tidak tahunya kapal ilegal," ujar pria asal Cirebon tersebut, di kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan, Gambir, Jakarta Pusat, Rabu (18/4/2018).

Menurutnya, masing-masing ABK memiliki kontrak kerja yang berbeda, yakni ada yang satu tahun hingga dua tahun. Mereka berlayar, memburu ikan di perairan laut Vetnam, Filipina, China, Korea, Jepang, Rusia, China, Monzabik, Singapura, dan Malaysia.

"Kapal diamankan TNI Angkatan Laut di Pulau Weh, Aceh, saat menuju Tiongkok," ujar Widayat.

Widayat menerangkan, Kapal STS-50 sempat terombang-ambing 15 hari di Mozambik karena mesin kapal rusak, "Terombang-ambing 15 hari. Minta bantuan Kapal TNI AL pas di Indonesia," ujarnya.

Pada 11-12 April 2018, tim gabungan TNI AL, KKP, dan Polri di bawah koordinasi Satgas 115 telah memeriksa kapal STS-50 atas dugaan pelanggaran hukum terkait perdagangan orang terhadap 20 orang ABK WNI.

Dalam memeriksa dugaan perdagangan orang itu, tim gabungan dibantu oleh Organisasi Migrasi Internasional (IOM). Tim gabungan juga bekerja sama dengan Badan Narkotika Nasional (BNN) untuk memeriksa kemungkinan kapal membawa narkotika.

Setelah melakukan wawancara terhadap 20 orang ABK warga negara Indonesia, ditemukan fakta bahwa mereka berasal dari Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Sulawesi Selatan. Sebanyak 20 orang ABK itu disalurkan oleh agen penyalur PT GSJ yang diduga mengetahui sejarah operasi ilegal kapal STS-50.

Sebelum diberangkatkan, mereka diwajibkan menandatangani perjanjian kapal laut (PKL) yang menggunakan Bahasa Indonesia dan Inggris, namun tidak diizinkan membaca seluruhnya. Mereka diminta juga untuk membayar jutaan rupiah sebagai biaya pengurusan.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini