Sektor pertanian di bagian timur Indonesia makin unjuk gigi seiring kebangkitan kaum muda taninya. Ini terjadi di Kabupaten Halmahera Barat, yang merupakan bagian dari Provinsi Maluku Utara.
Halmahera Barat sendiri merupakan penghasil hortikultura utama, selain perkebunan, di Maluku Utara. Hasilnya beragam, antara lain pala, manggis, rambutan, durian, pisang dan sayur-sayuran.
Akan halnya pisang, berbagai jenis varietas ditemukan di sini, seperti Mulu Bebe (Mulut Bebek). Goroho, Jarum, Sepatu dan Tanduk. Dari berbagai ragam tersebut, yang paling menjadi andalan petani di Halmahera Barat adalah Mulu Bebe. Jenis pisang lokal inilah yang sekarang ini sedang menarik perhatian para petani muda di Halmahera Barat.
Hal ini terungkap dalam kunjungan kerja Wakil Ketua Komisi IV DPR-RI, Michael Wattimena bersama Dirjen Hortikultura Kementerian Pertanian, Suwandi sekaligus menghadiri Deklarasi Petani Sebagai Profesi Unggulan dan Kampanye Kedaulatan Pangan Lokal, di Jailolo, Halbar, Minggu (29/4/2018). Hadir pada kegiatan ini Bupati Halmahera Barat, Danny Missy dan Kepala Dinas Pertanian Provinsi Maluku Utara, Idham Sangadji.
Dirjen Hortikultura, Suwandi mengatakan Kementan fokus pada program mengembangkan sentra sentra hortikultura yang unggul dan bernilai ekonomi. Pendekatannya kawasan, bisa buah-buahan maupun sayuran.
“Selain pisang di Halbar, juga telah dikembangkan Jeruk Siem di Tidore Kepulauan, Kepulauan Sula dan Halmahera Tengah. Juga Mangga di Tidore Kepulauan dan Durian di Morotai,” katanya.
Salah seorang petani muda yang ditemui adalah Arnold (38) yang sudah dua puluh tahun menjadi petani mengatakan lahannya ditanam berbagai jenis tanaman yang merupakan kombinasi tanaman hortikultura dan perkebunan, yakni pala, durian dan tentu saja tanaman andalan di sini, pisang Mulu Bebe. Semula, hanya bertanam pisang asal-asalan dan dibiarkan tumbuh begitu saja.
Dalam dua tahun terakhir, mengubah cara budidayanya menjadi lebih tertata. Dalam satu hektar tanah miliknya, pisang ditanami dengan jarak 3x3 meter. Dalam satu rumpun, maksimal hanya 4-5 anakan pisang yang dirawat. Jika lebih, anakan tersebut dipindah ke tempat lain,” demikian kata Arnold, lelaki yang tinggal di Desa Gamniyal, Kecamatan Sahu Timur.
Dia menjelaskan pembatasan anakan ini dilakukan agar buah pisang yang tumbuh tidak berebut makanan. Buah yang dihasilkan akan cukup besar sesuai standar pasar.
“Kelebihan lainnya dari kebun pisang kami para petani Halmahera Barat, tidak adanya pemakaian pupuk kimia,” jelasnya.
Luas lahan pertanian yang relatif masih luas dibandingkan dengan jumlah petaninya menyebabkan banyak petani di sini melakukan pindah lahan ke tanah terdekat miliknya untuk melakukan penanaman berikutnya. Begitu yang dilakukan selama beberapa kali hingga akhirnya penanaman kembali ke lokasi awal.
“Praktik tradisional ini dilakukan untuk memastikan kesuburan tanah bisa terus terjaga secara alami. Praktik tanam ini yang saya melakukan,” sebut Arnold.
Apakah menanam Mulu Bebe dirasa menguntungkan?. Arnold mengatakan dirinya sangat beruntung menjadi petani, terutama petani pisang Mulu Bebe. Per pohon pisang ini dihargai cukup tinggi di pasar lokal, yakni antara Rp 10 ribu sampai Rp15 ribu.
“Sementara untuk jenis lain, dihargai rata-rata Rp 5 ribu per pohon. Paling tidak Rp 5 juta diraup dalam sebulan hanya dari satu hektar lahan pisang Mulu Bebe-nya. Dalam waktu dekat, lelaki yang memiliki tiga anak ini, berencana memperluas lahan pisangnya hingga 10 hektar,” tutur Arnold.
Ke depan, Arnold sama sekali tidak memiliki keraguan akan masa depan dari pisang Mulu Bebe ini. Sejak lama, Mulu Bebe sangat digemari masyarakat setempat. Jika masih mentah pisang ini bisa digoreng atau direbus untuk camilan. Jika matang, pisang ini diubah menjadi berbagai penganan seperti kue lokal, kolak dan pisang ijo.
“Pendek kata, Mulu Bebe adalah makanan tradisi lokal yang digandrungi,” ujar Arnold.
Senada dengan Arnold, petani muda lainnya, Charles juga memiliki keyakinan yang sama terhadap pisang Mulu Bebe. Lelaki berusia 43 tahun ini mulanya berprofesi sebagai guru sekolah dasar.
Charles mengungkapkan ajakan pemerintah kabupaten untuk mengembangkan berbagai jenis pisang, utamanya Mulu Bebe, membuatnya memutuskan menambah satu lagi profesi, yakni petani. Jadi sekarang memiliki profesi ganda, yakni guru dan petani.
“Mulamya menanam 100 rumpun pisang di kebunnya, dipadukan dengan berbagai tanaman hortikultura lainnya,” ungkapnya.
Bupati Halmahera Barat, Danny Missy menjelaskan hasil pisang dari kabupaten ini sebanyak 8.200 ton per tahun atau setara dgn 62 persen dari total produksi provinsi. Untuk pisang Mulu Bebe sendiri yang merupakan pisang khas lokal direncanakan dalam waktu dekat akan mendapatkan sertifikasi dari Kementerian Pertanian.
“Ke depan, pisang Mulu Bebe juga direncanakan akan menembus pasar ekspor, selain tetap mampu bertahan untuk mensuplai pasar lokal di wilayah sekitar,” jelasnya.
Kepala Dinas Pertanian Provinsi Maluku Utara, Idham Sangadji menambahkan pemerintah provinsi merencanakan untuk membuat percontohan pisang Mulu Bebe untuk kebutuhan ekspor. Apa yang akan dilakukan ini tentu saja sejalan dengan semangat mendorong komoditas ekspor yang diterapkan oleh Kementerian Pertanian.
“Dalam beberapa tahun, impor telah dihentikan dan ekspor pisang Indonesia ke berbagai negara mulai dilakukan,” katanya.(*)