Untuk mengisi kekosongan itu, KPU menetapkan sejumlah hal. Aturan pertama, iklan kampanye di lembaga penyiaran dilarang. Hal ini karena iklan itu sudah diberi alokasi waktu selama 21 hari di tahapan kampanye.
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum mengatur dua macam iklan kampanye, yaitu difasilitasi KPU dan iklan kampanye dibeli diiklankan calon. Meskipun iklan diiklan oleh peserta, desain dan materi dikoreksi KPU. Ini dilakukan untuk menaati isi iklan tak bertentangan dengan aturan.
Aturan kedua, pemberitaan kampanye diperbolehkan. KPU berkepentingan masyarakat mendapatkan informasi terkait peserta pemilu. Apabila tak ada pemberitaan, KPU khawatir masyarakat tidak mendapatkan informasi yang cukup dari peserta pemilu.
Tetapi, pemberitaan tersebut harus berimbang. Jika tidak, Dewan Pers sebagai leading sektor dapat melakukan penindakan.
Selain mengatur penyiaran dan pemberitaan, aturan ketiga mengenai sosialisasi. Parpol boleh melakukan sosialisasi nomor urut partai ke internal masing-masing. Sosialisasi internal maksudnya menggelar pertemuan terbatas berbeda dengan pertemuan umum. Apabila ada pertemuan di rapat-rapat tertutup, harus dilaporkan ke KPU dan Bawaslu setempat.
Baca: AJI Indonesia: Kekerasan Terhadap Jurnalis Meningkat Rentan Tahun 2017-2018
Adapun, Bawaslu RI, KPU RI, KPI Pusat, dan Dewan Pers telah membentuk Gugus Tugas Pengawasan dan Pemantauan Pemberitaan Penyiaran dan Iklan Kampanye di Pemilihan Umum 2019.
Sejauh ini, sebanyak 16 parpol akan berpartisipasi di Pemilu 2019. Namun, dari 16 parpol itu tak semua parpol mempunyai akses sama menggunakan frekuensi publik melalui lembaga penyiaran. Untuk itu, perlu pengaturan agar terjadi penyeragaman.