TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Para pemohon uji materi aturan pembatasan masa jabatan presiden dan wakil presiden yang tercantum di Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum harus mempunyai kedudukan hukum atau legal standing.
Pernyataan itu disampaikan Pengamat Hukum Tata Negara, Ahmad Irawan.
Dia menyoroti adanya uji materi ke Mahkamah Konstitusi yang diajukan para pemohon. Para pemohon yaitu, Perkumpulan Rakyat Proletar untuk Konstitusi yang diwakili Abda Khair Mufti, Federasi Serikat Pekerja Singaperbangsa yang diwakili Agus Humaedi dan pemohon perorangan Muhammad Hafidz.
Adapun, pasal yang diuji materi, yaitu Pasal 169 huruf n dan Pasal 227 huruf i Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
"Jadi putusan MK itu kemungkinan menyatakan tidak dapat menerima karena pemohon tidak mempunyai legal standing. Jika ada yang mengaku fans JK, kepentingan hukum dia tidak langsung," tutur Irawan, saat dihubungi, Kamis (3/5/2018).
Dia menjelaskan, uji materi atau judicial review itu merupakan mekanisme konstitusional yang telah diatur di dalam Undang-undang Dasar 1945.
Namun, kata pria yang berprofesi sebagai advokat itu, tidak semua warga negara dapat melakukan upaya hukum tersebut.
"Karena sistem pengujian di MK menganut kedudukan hukum yang sifatnya tertutup (closed legal standing,-red). Jadi pemohon harus membuktikan apakah ada hak konstitusional dilanggar dengan pembatasan masa jabatan tersebut," kata pria yang beberapa kali telah mengajukan uji materi ke MK.
Menurut dia, periode masa jabatan itu mengenai hak untuk dipilih oleh rakyat (right to be candidate). Oleh karena itu, kata dia, diperlukan pembuktian pada apakah pemohon kehilangan hak untuk mencalonkan diri di dalam Pemilihan Presiden.
"Paling bagus kalau Pak JK langsung menjadi pemohon di situ," tambahnya.