TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta menghasilkan penolakan gugatan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) terhadap Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Menanggapi putusan itu, Kabag Penum Divisi Humas Polri, Kombes Pol Syahar Diantono, mengatakan pihaknya akan menindak tegas segala kegiatan HTI.
"Polri dengan stakeholders terkait masalah ini akan bertindak tegas manakala ada ormas-oramas yang bertentangan dengan ideologi negara. Baik Pancasila maupun UUD 1945, Intinya itu,'' ujar Syahar, saat dikonfirmasi, Selasa (8/5/2018).
Ia menegaskan bahwa penindakan tegas tak akan dilakukan kepada HTI semata. Namun juga berlaku bagi semua ormas lainnya yang bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945.
Hal tersebut, kata Syahar, adalah tindakan untuk menghormati hasil putusan PTUN yang merupakan buah dari proses hukum.
"Tidak hanya HTI, kita harus bertindak tegas terkait itu karena sudah diatur Kemenkumham, hormati putusan," tandasnya.
Sebelumnya, Majelis Hakim PTUN DKI Jakarta menolak gugatan eks perhimpunan HTI untuk seluruhnya. Hal ini setelah melalui sidang pembacaan putusan di Jakarta pada Senin (7/5).
Artinya, HTI resmi dianggap negara sebagai organisasi terlarang pasca dibubarkan Kemenkumham dengan Perppu Ormas.
"Dalam esksepsi permohonan yang diajukan penggugat tidak diterima seluruhnya, menolak gugatan penggugat untuk seluruhnya, dan membebankan biaya perkara sebesar Rp 445 ribu," ujar Hakim Ketua Tri Cahya Indra Permana SH MH saat membacakan putusan gugatan eks HTI di PTUN DKI Jakarta, Senin (7/5).
Pertimbangan Majelis Hakim dalam mengeluarkan putusan antara lain, berdasarkan keterangan saksi-saksi yang selama ini telah menyampaikan pandangan dalam sidang.
Majelis Hakim juga mengatakan dalam aturan yang berlaku, diatur bahwa ormas dapat dibubarkan apabila menyangkut tiga hal yakni atheis, menyebarkan paham komunis, dan berupaya mengganti Pancasila.
Menurut Majelis Hakim, HTI terbukti menyebarkan dan memperjuangkan paham khilafah, sesuai dalam video Muktamar HTI tahun 2013 silam. Majelis mengatakan pemikiran khilafah sepanjang masih dalam sebatas konsep dipersilakan.
Namun bila sudah diwujudkan dalam aksi yang berupaya mengganti Pancasila, maka dapat berpotensi perpecahan.