TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sebanyak 155 narapidana terorisme (Napiter) di Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok, yang terlibat dalam penyanderaan dan kerusuhan sejak Selasa (8/5/2018) malam, telah menyerahkan diri pada polisi, Kamis (10/5/2018) pagi.
Menanggapi hal tersebut, pengamat terorisme, Al Chaidar, melihat ada problem atau sindrom kepatuhan yang diidap para napiter.
Ia mengatakan umumnya para napiter terlalu terpaku pada pemimpinnya. Sehingga mereka bergerak atas dasar sikap dari pemimpin.
"Ini pasti ada problem kepemimpinan yang tidak beres yang mereka idap. semacam sindrom kepatuhan kepada pemimpin yang ternyata pemimpinnya sendiri itu lemah dihadapan aparat," ujar Chaidar, ketika dihubungi Tribunnews.com, Kamis (10/5/2018).
Baca: Polri Ucapkan Terima Kasih atas Dukungan Masyarakat
Maka tak heran, para napiter ini langsung menyerahkan diri begitu pihak kepolisian melakukan ultimatum.
Meski memang ada 10 napiter yang sempat 'ngeyel' dan baru menyerah setelah adanya serbuan dari kepolisian.
Di sisi lain, Chaidar melihat para napiter yang terlibat dalam tewasnya lima orang anggota polisi tersebut bukanlah 'pejuang'.
Sebab bila memang siap mati, kata dia, tentu mereka tak akan menjilat ludah sendiri dan menyerahkan diri.
"Menyerahnya mereka ini menunjukkan mereka bukan pejuang. Bahwa mereka yang tadinya mengatakan akan bertahan hingga mati ternyata mereka menelan ludahnya sendiri," ungkapnya.
"Dan tadinya banyak orang menyangka mereka itu adalah singa-singa jihad. Tapi kok tahu-tahu malah jadi kayak kucing garong gitu," kata Chaidar lagi.
Sebelumnya, Wakapolri Komjen Pol Syafruddin memastikan 155 narapidana terorisme (napiter) di Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok, dipindahkan ke Lapas Nusakambangan.
"Sudah dipindahkan seluruhnya atas putusan menkumham dan ditjen pas ke Nusakambangan. Sedang dalam perjalanan, seluruhnya," ujar Syafruddin, di Mako Brimob, Kamis (10/5/2018).
Selain itu Syafrudin mengakatakan sebanyak 155 napiter telah menyerahkan diri.
"Seluruh tahanan yang telah menyerahkan diri sudah diambil langkah-langkah untuk pemindahan tahanan," ujar Syafruddin.
Terkait proses hukum terdapat para napiter tersebut, Syafruddin menyerahkan kepada pihak pengadilan.
"Indonesia negara hukum semua berujung ke penegakan hukum. Semua pemberatan peringanan ujungnya di pengadilan," katanya lagi.