TRIBUNNEWS.COM - Sebagai mantan perencana dan pelaku serangkaian aksi terorisme di Indonesia termasuk bom bali, Ali Imron membeberkan sejumlah hal terkait kasus terorisme.
Ali Imron mengaku, bahwa dirinya bukanlah bagian dari ISIS yang dalam dua tahun belakangan melancarkan aksi serangan teror.
Ia adalah kelompok dari jaringan Islamiyah (JI) yang diklaimnya berbeda dengan ISIS.
Jika Jaringan Islamiyah (JI) berafiliasi dengan Alqaidah, maka Jaringan Ansarut Daulah (JAD) merupakan kroni dari ISIS.
Ali Imron lalu menjelaskan perbedaan yang ada pada JI dan ISIS (dalam hal ini JAD).
Dilansir dari tayangan TV One pada tahun 2017, saat diwawancarai Karni Ilyas, Ali imron bahwa dirinya telah lebih dulu menjadi teroris sebelum ISIS terbentuk.
Mengenai perbedaan mendasar antara JI dan JAD, ia mengungkapkan beberapa fakta.
Menurutnya, Jaringan Islamiyah, kelompok yang pernah ia ikuti itu melakukan serangkaian aksi karena dipicu adanya kericuhan terhadap umat islam.
"Kami itu selalu menyasar target karena sebelumnya ada permasalahan, misal bom gereja itu karena adanya kerusuhan di Ambon dan Poso sebelumnya,"
"Bom Bali itu karena penyerangan Amerika kepada Afganistan, kemungkinan di lokasi tersebut (Bali) banyak orang-orang Amerika di sana," ujar Ali imron.
Setelah serangkaian aksi tersebut berakhir, Ali imron lalu berasumsi bahwa aksi-aksi teror bom selanjutnya itu bukan diakibatkan oleh JI.
Aksi-aksi tersebut dijelaskan Ali imron adalah karena ulah orang-orang ISIS yang terafiliasi dalam JAD.
Selain itu, mengenai perbedaan mendasar antara JI dan JAD, Ali imron kembali menuturkan beberapa fakta.
Hal pertama yang ia sebutkan menjadi perbedaan antara JI dan JAD adalah akidah.
Ali imron mengatakan bahwa akidah dari JI berdasarkan Ahlussunnah wal jamaah.
Yang di dalamnya diajarkan bahwa tak mungkin mengkafirkan semua umat islam.
Hal tersebut tentunya berbeda dengan JAD yang berafiliasi dengan ISIS.
Ali imron memaparkan bahwa akidah yang dipakai JAD adalah akidah Takfiri atau menghalalkan darah manusia.
Karena akidah yang dimiliki ISIS tersebut lah, hingga kini pada jamaah JAD santer mengincar pihak kepolisian.
Selain karena akidah, rupanya alasan JAD mengincar polisi adalah untuk tujuan politik.
Artinya mereka (JAD) memanfaatkan kesempatan untuk menyakiti polisi ketika banyak masyarakat yang justru disakiti oleh polisi,
Kesempatan mengenai stigma tersebut akhirnya dipakai oleh ISIS dengan tujuan ketika mereka (ISIS) ini menyerang polisi, masyarakat akan cuek.
Hal lain yang menyebabkan JAD ini menyerang polisi dimungkinkan karena adanya rasa dendam.
Karena banyak rekan-rekannya yang ditangkap oleh pihak kepolisian.
Meski begitu, tak menutup kemungkian ada pihak lain yang akan diserang oleh JAD.
"Nggak cuma polisi, menurut mereka juga sebenarnya bisa saja menargetkan TNI, Anggota DPR, Presiden," ujar Ali imron.
Padahal menurut Ali imron, jaringan Islamiyah itu lebih besar daripada JAD.
Namun karena akidah JI tak sama seperti ISIS, maka mereka tak mungkin ikut melakukan penyerangan kepada pihak kepolisian.
"Kemampuan kami padahal lebih besar daripada ISIS, tapi karena akidah kami tidak sama seperti ISIS jadi ya kami nggak bisa melakukan seperti mereka," ucap Ali imron.
Menurutnya lagi, selama ini, kelompok JAD selalu mencari pembenaran, bukan kebenaran.
Sehingga menyulitkan mereka untuk menyadari suatu hal yang benar yakni agar keluar dari doktrin ISIS.
"Mereka hingga kini itu cuma cari pembenaran, mereka mencari alasan-alasan yang membenarkan pernyataan mereka," ungkap Ali imron.
Selain memaparkan beberapa fakta mengenai jaringan terorisme, Ali Imron juga memberikan pesan kepada masyarakat ketika menyikapi kasus teror seperti yang sedang terjadi.
Ali Imron dengan tegas meminta kepada masyarakat agar jangan memberikan opini-opini tidak perlu.
Sebab hal tersebut dapat memicu rasa puas kepada pelaku terorisme itu sendiri.
"Saya pesankan, jangan memberikan angin segar kepada teroris dengan memberikaan pernyataan-pernyataan tidak perlu. Misal menghubung-hubungkan kasus teror itu akibat ulah Densus," ujar Ali Imron.
Selain beropini demikian, Ali Imron juga menuturkan bahwa jangan sampai membuat para pelaku terorisme ini menjadi senang atas komentar-komentar mereka.
Apalagi dengan mengatakan bahwa kasus terorisme ini adalah rekayasa.
"oh ini (teror bom) adalah rekayasa, oh ini cuma konspirasi, kipas-kipas nanti teroris," ucap Ali Imron.
Sikap yang perlu diambil masyarakat dalam kondisi teror seperti saat ini adalah dengan memahami sebenarnya apa itu terorisme.
Bukan dengan berkomentar tidak perlu yang malah nantinya akan memberi ruang kepada para teroris.