Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Komnas Perempuan memberikan catatat pada refleksi 20 tahun reformasi tahun 2018 bagi perempuan Indonesia.
Pertama bidang Politik, disampaikan Komisioner Komnas Perempuan Azriana Manalu, sejak diperlakukannya kuota 30 persen dalam partai politik dan parlemen, ada kemajuan keterlibatan perempuan dalam bidang politik.
Baca: 5 Fakta Cucu Aa Gym, Gheziya Naura Khadija yang Meninggal Dunia, Lahir di Yaman & Penyebab Meninggal
Capain lain adalah terbitnya UU-P-KDRT yang melindungi perempuan dengan relasinya dengan pasangan hidup, orang tua, dan anggota keluarga lainnya dari tindakan kekerasan.
"Terbitnya UU ini cukup banyak membantu perempuan dalam mencari keadilan bagi dirinya," kata Azriana di kantor Komnas Perempuan, Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (20/5/2018).
Kedua Bidang Ekonomi Sosial, Azriana menyebut reformasi tak cukup memperbaiki penghasilan perempuan sehingga mencapai kesetaraan dengan laki-laki untuk kerja yang sama nilainya.
"Kesenjangan sosial justru semakin menguak besar sambil ekonomi nasional bertumbuh. Menguatnya gerakan buruh perempuan, petani perempuan, petani perempuan, dan protes terhadap ruang hidup mereka yang telah dirampas untuk kepentingan industri, menandaskan krisis ekonomi 20 tahun lalu belum beranjak sampai saat ini," ujarnya.
Ketiga dalam bidang budaya, perempuan sungguh mengalami ancaman yang serius di mana norma-norma intoleran telah mewarnai kurikulum pendidikan, mulai PAUD, TK, SD sampai universitas.
"Pengajaran tentang sastra, seni, dan kemanusiaan telah direduksi ke dalam pengajaran agama yang intoleran," tutur Azriana.
Keempat dalam konteks Geopolitik, ruang-ruang negosiasi perempuan dalam skupe global telah tersandera oleh kekuatan konservatif dan ototarian.
"Acapkali atas nama perlindungan bagi keluarga dan menentang cara pandang tentang seksualitas yang manusiawi. Indonesia terseret pada kondisi geopolitik yang tengah menggoyahkan tatanan dunia dan perempuan di seluruh dunia ikut terseret," lanjutnya.
Terakhir disampaikan, catatan kelima adalah dalam bidang gerakan perempuan.
Komnas Perempuan menilai ada kemajuan perempuan dalam konteks keberanian dan percaya diri perempuan dalam sebuah gerakan.
"Tumbuh serikat buruh perempuan termasuk buruh migran, serikat tani perempuan, serikat kepala keluarga perempuan (PEKKA), kelompok perempuan adat yang melawan industri ekstratif," kata Azriana.
Sehingga Komnas Perempuan menyatakan perjuangan perempuan sejak reformasi hingga 20 tahun ini telah berhasil mencapai pengakuan formal (recognition) oleh negara.
Tetapi pengajuan formal ini tak sebanding dengan adanya redistrbusi kuasa (power) untuk perempuan dari aras mikro maupun makro.
"Dengan kata lain demokrasi saat ini diklaim sebagai keberhasilan yang minus etika kepedulian, minus retribusi power, minus transitional justice dan pada akhirnya menjadi demokrasi mengambang yang tidak mencapai subtansinya," tutup Azriana.