TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan ketua DPR RI Setya Novanto, menjalani pemeriksaan sebagai saksi di dua perkara berbeda di pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, pada Senin (21/5/2018).
Novanto tiba di pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, pada Senin sekitar pukul 10.00 WIB. Sebelum dimulai persidangan, dia sempat berada di ruang tunggu saksi.
Selama menunggu di ruangan saksi, mantan ketua umum Partai Golkar itu didampingi istrinya, Deisti Astriani Tagor.
Baca: Tips Kartika Putri Berolahraga dan Mengatur Pola Makan di Bulan Ramadhan
Di persidangan pertama, Novanto menjadi saksi dalam persidangan korupsi e-KTP yang merugikan negara hingga Rp 2,3 triliun dengan terdakwa Direktur Utama PT Quadra Solution, Anang Sugiana.
"Pak Nov (Setya Novanto,-red) rencananya bersaksi untuk Anang (Anang Sugiana,-red)" ujar kuasa hukum Novanto, Firman Wijaya saat dikonfirmasi, Senin (21/5/2018).
Setelah persidangan itu, dia juga dijadwalkan akan bersaksi dalam persidangan merintangi penyidikan korupsi e-KTP yang menjerat terdakwa, Fredrich Yunadi.
Dalam persidangan Fredrich, keterangan dari Novanto akan dikonfrontir dengan sejumlah saksi lain. Beberapa saksi yang dihadirkan yakni dokter Alia, dokter Michael dan Hafil dari Rumah Sakit Medika Permata Hijau.
"SN akan menjadi saksi FY (Fredrich Yunadi)," kata jaksa penuntut umum (JPU) pada KPK, Takdir Suhan saat dikonfirmasi.
Sebelumnya, majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menjatuhkan vonis berupa 15 tahun pidana penjara kepada terdakwa korupsi proyek pengadaan KTP-el, Setya Novanto, pada Selasa (24/4/2018). Vonis hakim ini lebih ringan dari tuntutan JPU KPK sebelumnya.
Mantan ketua umum Partai Golkar itu menerima hukuman denda sebesar Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan. Hakim memvonis pidana pengganti kepada Novanto berupa pengembalian kerugian negara sebesar 7,3 juta dolar AS dikurangi uang pengganti Novanto Rp 5 miliar.
Jika, Novanto tidak mampu membayar uang, maka hakim mempersilakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK merampas harta Novanto dan melelang harta kekayaan yang bersangkutan.
Namun, apabila tidak mencukupi, harta Novanto akan dirampas dan dilelang untuk menutupi uang pengganti. Bila tidak mampu membayar, Novanto dikenakan pidana penjara selama 2 tahun.
Selain itu, hak politik Novanto pun ikut dicabut selama 5 tahun setelah bebas.
Sejak awal bulan Mei, Novanto mendekam di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin.