TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peneliti bidang legislasi Formappi, Lucius Karus, menilai DPR terlalu lambat dalam menyelesaikan RUU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme (PTPT).
Menurut Lucius, DPR tidak memiliki sensitivitas untuk menyelesaikan RUU ini. Padahal pembahasan RUU ini sudah dilakukan sejak April 2016 oleh Pansus.
"DPR seperti tidak memiliki sensitivitas atas urgensi penyelesaian RUU PTPT hingga terjadinya tragedi di Mako Brimob dan beberapa tempat di kota Surabaya," ujar Lucius di kantor Formappi, Matraman, Jakarta, Selasa (22/5/2018).
Menurut Lucius, pantas saja jika publik menilai DPR sebagai pihak yang paling bertanggung jawab atas pembiaran peristiwa kejahatan terhadap kemanusiaan itu.
"Formappi mengharapkan agar DPR dan Pemerintah harus sama-sama mengacu pada kepentingan bersama atau kepentingan bangsa dan secepatnya menyepakati aturan-aturan dalam RUU Terorisme," tegas Lucius.
Lucius menyarankan agar proses persidangan RUU Terorisme dilakukan secara transparan atau terbuka.
Dirinya menilai DPR harus mampu menyerap aspirasi warga negara agar kehadiran RUU Terorisme sungguh-sungguh menjadi solusi, bukan malah menambah beban bangsa dalam mengatasi aksi terorisme.
Seperti diketahui, selama Masa Sidang (MS) IV 2017-2018, DPR tidak mampu menyelesaikan satu pun dari 48 Rancangan Undang-Undang (RUU) Prioritas yang tersisa.