TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kapolri Jenderal Tito Karnavian menyatakan pemberantasan teroris di Indonesia, 75 persen berbentuk operasi intelijen.
"Operasi teroris di Indonesia, 75 persen intelijen, sementara penyerangan 5 persen, dan 20 persen pemberkasan untuk ke peradilan," tutur Tito di kantor Presiden, Jakarta, Selasa (22/5/2018).
Menurut Tito, bergabungnya TNI dalam memberantas teroris seperti operasi Tinombala di Poso dan ini sudah disepakati dengan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto.
"Jadi saya berpendapat bahwa saat ini mekanismenya seperti operasi Tinombala, kekuatan Polri dan TNI bergabung," papar Tito.
Dalam penanganan teroris, kata Tito, aparat penegak hukum membutuhkan dukungan dari masyarakat agar ideologi yang disebar para teroris tidak bisa berkembang.
"Mereka survive tapi riak-riak saja, tapi negara tidak didukung publik maka over reactive (terorisnya)," tutur Tito.
Baca: Kapolri Ingin Ada Rutan Baru di Cikeas Khusus Narapidana Teroris
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo menilai pembentukan Komando Operasi Khusus Gabungan (Koopssusgab) TNI, sebagai bentuk menciptakan rasa aman di masyarakat.
"Pemerintah dalam proses komando operasi khusus gabungan yang berasal dari Kopasus, Marinir Paskas, dalam rangka beri rasa aman pada rakyat," ujar Jokowi.
Meski membentuk Koopssusgab TNI, kata Jokowi, tindakannya dalam memberantas teroris di Tanah Air dilakukan apabila situasi sudah di luar kapasitas Polri.
"Artinya, tindakan preventif lebih penting dibandingkan langkah represif," ucap Jokowi.