Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Advokat Fredrich Yunadi diduga merintangi penyidikan kasus korupsi proyek KTP-el.
Dia didakwa melanggar Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Baca: Amien Rais Bongkar Satu-satunya Menteri yang Paling Setia pada Soeharto hingga Jabatannya Lengser
Saksi ahli hukum pidana dari Universitas Pakuan Bogor, Youngky Fernando, mengatakan tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi bukan dan tidak sama dengan tindak pidana korupsi.
Dia menjelaskan, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi lahir sebelum adanya KPK. Pada tahun 1999, kata dia, yang berhak menyidik berdasarkan aturan itu adalah Polri.
Polri melakukan penyidikan melalui direktorat pidana umum dan direktorat pidana khusus atau korupsi. Sedangkan, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi bukan UU khusus yang dijalankan hanya oleh KPK.
“Sesuai pasal 6,7,8 UU No 30/2002 tentang KPK maka KPK hanya diberi wewenang oleh undang-undang khusus penyidikan tindak pidana korupsi. KPK tidak berwenang menyidik tindak pidana umum maupun tindak pidana kecelakaan lalu lintas,” ujar Youngky saat memberikan keterangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (21/5/2018).
Selain itu, dia menambahkan, sesuatu kesimpulan atau pendapat penyidik tanpa didasari putusan hukum yang berkekuatan hukum tetap tidak dapat dipakai atau digunakan sebagai bukti maupun pokok pertanyaan dalam penyidikan.
“IGD rumah sakit tidak mau menerima pasien gawat darurat tidak serta merta menuduh pasien gawat darurat tidak benar/rekayasa, karena dokter IGD belum memeriksanya terlebih dahulu,” tambahnya.