TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua DPR RI, Bambang Soesatyo menghadiri acara peluncuran buku "14 tahun KPK: Kumpulan Foto Perjalanan Pemberantasan Korupsi di Indonesia" di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (23/05/18).
Bamsoet sempat memberikan kata sambutan.
Ia mengatakan, strategi yang efektif dalam pemberantasan korupsi adalah pendekatan yang seimbang dan terintegrasi antara pencegahan dan penindakan korupsi.
Menurut Bamsoet, fokus pada strategi penindakan saja, ibarat membersihkan lantai yang basah tanpa menutup genteng yang bocor atau sumber yang menjadi penyebab lantai basah dan kotor.
"Sistem dan proses pemerintahan baik di eksekutif, legislatif dan yudikatif yang bocor dan memberi peluang terjadinya korupsi, haruslah diperbaiki KPK," ujar Bamsoet.
Baca: Gelar OTT, KPK Tangkap Bupati Bengkulu Selatan dan Istrinya
Sehingga keberhasilan KPK, ucap Bamsoet, bukan hanya dilihat dari seberapa banyak kasus OTT yang telah dilakukan serta berapa banyak orang yang ditangkap dan dijadikan tersangka.
"Tetapi juga harus dilihat dari berapa besar kerugian negara yang bisa dicegah dan diselamatkan," kata Bamsoet.
Politisi Partai Golkar ini menuturkan, tindak pidana korupsi yang terjadi dari tahun ke tahun dengan berbagai modus dan pelaku menunjukan trend peningkatan.
Berdasarkan Indeks Persepsi Korupsi yang diterbitkan oleh Transparansi Internasional pada 2017 skor IPK Indonesia naik satu poin menjadi 37, tetapi sesungguhnya peringkat Indonesia turun dua tingkat.
Yakni, menjadi peringkat ke 90 dari 176 negara. Kenaikan skor IPK belum menunjukkan peningkatan yang signifikan dalam pemberantasan korupsi.
"Di era Presiden Jokowi, tahun 2015 skor IPK kita meningkat menjadi 36 dan menempati posisi 88 dari 168 negara. Naik satu poin di tahun 2016 menjadi 37 dan tetap stagnan hingga 2017," katanya.
Bamsoet memandang, selama 14 tahun kiprah KPK telah membuat shock terapi dan ketakutan bagi penyelenggara negara untuk melakukan praktik korupsi.
Di tahun 2017 KPK telah memecahkan rekor dalam melakukan 19 operasi tangkap tangan (OTT). Meningkat dibanding tahun 2016 dengan 17 OTT. Sedangkan di tahun 2018 ini KPK telah melakukan setidaknya 9 OTT.
Menurut Bamsoet dibandingkan Kepolisian dan Kejaksaaan, KPK punya keistimewaan tertentu karena fungsi penyidikan dan penuntutan dilakukan satu atap. Ada juga kewenangan penyadapan sehingga KPK bisa gencar melakukan OTT.
"Namun, OTT ternyata tak membuat jera ataupun mereduksi praktik korupsi. KPK perlu memainkan strategi yang jitu sehingga menutup celah kesempatan orang-orang untuk melakukan korupsi," ucap Bamsoet.
Bamsoet berharap KPK bisa memaksimalkan kerjasama dengan pihak terkait seperti inspektorat jenderal di kementerian atau lembaga.
Koordinasi dan supervisi juga harus dimaksimalkan oleh KPK terhadap kepolisian dan kejaksaan agar tugas-tugas KPK dapat dilakukan secara seimbang.
Bamsoet menambahkan keberadaan KPK masih relevan dan diperlukan untuk memberantas korupsi, sekalipun perdebatan apakah KPK lembaga ad hoc atau bukan.
"Saya juga menangkap harapan publik, kiranya KPK dapat memberikan perhatiaan terhadap kasus-kasus besar, sehingga asset recovery yang dikembalikan bisa mencapai jumlah yang besar," pungkas Bamsoet.
Hadir dalam acara tersebut antara lain Ketua KPK Agus Rahardjo, Wakil Ketua KPK Saut Situmorang, Basaria Pandjaitan, Laode M Syarif dan Alexader Marwata, Mantan Pimpinan KPK Taufiqurrahman Ruki, Erry Riyana Harjapemekas, Bibit Samad Rianto, Chandra Hamzah serta Tompak Hatorangan Panggabean.