Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yanuar Nurcholis Majid
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA-- Komisi Nasional (Komnas) Hak Asasi Manusia (HAM) menolak hukuman mati kepada teroris.
Lembaga yang selama ini konsen kepada HAM itu, menilai hak hidup seseorang adalah hak yang tak bisa dikurangi (Non- derogable rights).
"Di Indonesia kita merujuk pada UUD 1945 pasal 28I. Dalam pasal tersebut disebutkan hak hidup seseoramg tidak bisa dikurangi dalam hal apapun," ujar Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik, di Hotel Ashley, Jakarta Pusat, Selasa (23/5/2018).
Taufan menjelaskan dalam konteks penegakan HAM dikenal istilah margin of appreciation, yakni pembatasan terhadap penerapan HAM sebagai bentuk penghormatan bagi moralitas yang berkembang di sebuah negara.
"Namun merenggut nyawa seseorang, sekalipun teroris, dan hukuman mati tidak termasuk dalam
margin of appreciation," ujar Taufan.
Hal itu merujuk pada Pasal 28I ayat (1) UUD 1945 mengatakan hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun.
Atas dasar itu, Taufan menegaskan Komnas HAM tak mendukung adanya hukuman mati dalam hal apapun.
Termasuk ketika Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menuntut ketua Jamaah Ansharut Daulah (JAD) Aman Abdurahman dihukum mati.
"Itu sebabnya Komnas HAM menolak Aman Abdurahman dihukum mati. Kita tidak setuju ada hukuman mati karena dalam prinsip HAM, hak hidup tidak bisa dikurangi," imbuh dia.
Namun, Taufan menolak jika pihaknya disebut tidak mendukung pemerintah dalam memberantas terorisme.
Taufan berdalih terorisme dan ekstrimisme merupakan isu prioritas yang ditangani oleh Komnas HAM.
"Maka dari ujaran kebencian, diskriminasi, dan persekusi itu adalah bibit-bibit (ekstrimisme). Kita tetap tidak bisa toleransi," ujar Taufan.