TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menyatakan keterlibatan anak-anak dalam tindakan terorisme adalah sebagai korban dari perilaku kedua orangtuanya.
Hal itu diungkapkan oleh Wakil Ketua LPSK, Hasto Atmojo Suroyo yang juga ikut langsung dalam tim yang mendata dan menverifikasi korban terorisme di Mako Brimob dan Surabaya.
"Anak-anak pelaku harus ditetapkan sebagai korban. Karena sudah menjadi korban dalam asuhan yang keliru oleh orang tuanya," ujar Hasto Atmojo Suroyo di kantor LPSK, Ciracas, Jakarta Timur, Rabu (23/5/2018).
Hasto menggaris bawahi derita yang dialami oleh anak para pelaku terorisme tidak hanya fisik, melainkan juga menyerang psikologinya.
"Saya ingin menggaris bawahi, korban ini mengalami derita yang cukup panjang. Bukan hanya fisik, tapi psikologis. Apalagi anak-anak muncul traumanya belakangan," ujar Hasto.
LPSK juga mengaku siap untuk memberi rehabilitasi pemulihan psikologi dan perlindungan jika anak tersebut akan dijadikan saksi dalam kasus terorisme di Surabaya.
"Saat dijadikan saksi untuk dimintai keterangan, LPSK menyediakan diri dan wajib untuk memberikan perlindungan terhadap anak-anak ini. Kalau perlu ditempatkan di tempat yang baik," ujar Hasto.
Sebelumnya, tercatat ada empat anak terduga teroris yang masih di bawah umur menjadi korban dalam aksi teror di Surabaya dan Sidoarjo.
Dalam ledakan bom bunuh diri di Rusunawa Wonocolo, dengan pelaku Anton, tiga anaknya AR (15), FH (11), H (11), menjadi korban luka.
Sementara dalam aksi serangan di Mapolrestabes Surabaya, AIS (8) yang dibawa orangtuanya, terlempar dan diselamatkan Kasat Narkoba AKBP Rony Faisal.
Penulis: Nawir Arsyad Akbar
Berita ini telah tayang di Tribunjakarta.com dengan judul: LPSK : Anak Pelaku Teroris adalah Korban