News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Gugatan Uji Materi UU BUMN

Gugatan terhadap UU BUMN: Ini Pendapat Guru Besar Universitas Trisakti

Penulis: FX Ismanto
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Prof. Tulus TH Tambunan, guru besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Trisakti saat menjadi saksi ahli dalam sidang gugatan uji materi UU BUMN di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu (23/5/2018). TRIBUNNEWS.COM/FX ISMANTO/IST

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fx Ismanto

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tujuan pendirian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebagaimana yang termuat dalam Pasal 2 ayat 1 (b) UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN bersifat kapitalis. Tercantumnya frasa “mengejar keuntungan” sebagai tujuan pendirian bertentangan dengan Pasal 33 UUD NRI 1945 yang tujuan akhirnya adalah kemakmuran rakyat seluruh Indonesia. Oleh karena itu UU BUMN tersebut harus direvisi.

Demikian pendapat Prof. Tulus TH Tambunan, guru besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Trisakti saat menjadi saksi ahli dalam sidang gugatan uji materi UU BUMN di Mahkamah Konstitusi, Rabu (23/5). Tulus Tambunan adalah saksi ahli para pemohon uji materi UU BUMN yang diajukan Letjen TNI (Purn) Kiki Syahnakri dan AM Putut Prabantoro, sebagai warga negara Indonesia serta pemerhati ekonomi kerakyatan. Gugatan ini didukung PPAD (Persatuan Purnawirawan Angkatan Darat) dan FKPPI (Forum Komunikasi Putra Putri Purnawirawan dan Putra Putri TNI-Polri). Sebagai kuasa hukum dibentuklah Tim Advokasi Kedaulatan Ekonomi Indonesia (Taken) yang terdiri atas Liona N Supriatna (Kordinator), Hermawi Taslim, Daniel T Masiku, Sandra Nangoy, A Benny Sabdo Nugroho, Gregorius Retas Daeng, AMC Alvin Widanto Pratomo, dan Bonifasius Falakhi.

Pasal UU BUMN yang dipermasalahkan para pemohon adalah Pasal 2 ayat 1 (a) dan (b) tentang maksud dan tujuan pendirian BUMN, serta Pasal 4 ayat 4 tentang perubahan penyertaan keuangan negara yang diatur melalui melalui Peraturan Pemerintah.

Menurut Tulus, misi pendirian BUMN tidak dapat disamakan dengan Badan Usaha Milik Swasta (BUMS) yang tujuan pendiriannya memang mengejar keuntungan melalui kegiatan bisnis murni. BUMN memiliki tanggung jawab luhur untuk melaksanakan Pasal 33 UUD NRI 1945. Sehingga frasa “mengejar keuntungan” bagi BUMN bukan tujuan tetapi syarat utama agar BUMN dapat berperan optimal.

“Karena mengejar atau menghasilkan keuntungan bukan merupakan tujuan dari pendirian BUMN, namun sangat penting agar BUMN dapat berperan optimal sesuai tujuan-tujuan sosialnya. Saya membandingkan dengan UU Perkoperasian yang punya pasal tersendiri mengenai sisa hasil usaha (SHU). Kata ‘mengejar’, rasanya bermakna terlalu serakah atau sangat berbau kapitalisme. Oleh karena itu, kata mengejar harus diubah dengan nada yang lebih positif dari perspektif sosial,” jelas Guru Besar Universitas Trisakti ini.

Ada dua ilustrasi yang diberikan oleh Tulus Tambunan untuk memperkuat argumennya. Yang pertama tentang Perguruan Tinggi dengan Tri Dharma sebagai tujuan pendirian dan Koperasi dengan kesejahteraan anggota sebagai tujunnya.

Dijelaskannya, Perguruan Tinggi, baik negeri (PTN) maupun swasta (PTS), tidak menyebutkan secara eksplisit mencari keuntungan sebagai salah satu tujuannya, tetapi Tri Darma, yakni memberikan pendidikan, melakukan penelitian dan pengabdian masyarakat.

“Tetapi sudah pasti bahwa setiap perguruan tinggi harus membukukan keuntungan jika ingin bertahan, atau ingin meningkatkan kualitas pelayanan, atau meningkatkan kesejahteraan karyawan dan dosen, dan atau ingin mengembangkan kampus,” ucapnya.

Sedangkan mengenai koperasi, saksi hali ini menambahkan, di dalam Pasal 4 UU No. 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian disebutkan bahwa “Koperasi bertujuan meningkatkan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya”. Di dalam UU Perkoperasian itu, tidak disebutkan tujuan koperasi untuk “mencari keuntungan”. Namun dengan pemahaman bahwa keuntungan adalah selisih positif antara penjualan dan biaya, tidak mungkin sebuah koperasi dapat bertahan hidup atau bisa meningkatkan kesejahteraan anggota-anggotanya apabila tidak menghasilkan selisih positif antara penjualan dengan biaya. Selisih positif itu dalam Pasal 78 UU Perkoperasian itu disebut sebagai ‘Sisa Hasil Usaha’ (SHU).

“Logikanya, apabila tujuan utama mendirikan koperasi ingin tercapai, yakni kesejahteraan anggota-anggotanya meningkat, setiap koperasi harus menghasilkan SHU yang positif walaupun itu bukan tujuan dari mendirikan sebuah koperasi,” katanya.

Oleh karena itu, tandas Prof Tulus, jika tujuan BUMN adalah agar dapat berperan optimal dalam upaya menyejahterakan rakyat maka BUMN tidak hanya sekadar mampu mengembangkan usaha kecil dan menengah (UKM), tetapi juga mampu mengurangi tingkat kemiskinan dan kesenjangan hingga pemenuhan kebutuhan akan air minum/bersih dan listrik secara adil dan merata bagi seluruh rakyat Indonesia. (*)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini