News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Revisi UU Terorisme

Ini Aspek HAM yang Dimasukkan dalam RUU Antiterorisme

Penulis: Rizal Bomantama
Editor: Johnson Simanjuntak
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Muhammad Syafii

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Revisi Undang-undang (RUU) Antiterorisme yang disahkan hari ini, Jumat (25/5/2018) oleh DPR RI ternyata memasukkan aspek hak asasi manusia (HAM) bagi pelaku terorisme.

“Tersangka tak boleh diperlakukan kejam tetapi harus manusiawi, tidak boleh dihina harkat dan martabatnya. Kemudian berhak didampingi pengacara dan boleh ditemui keluarga kecuali dalam tingkat kejahatan tertentu,” ungkap Ketua Pansus RUU Antiterorisme, Muhammad Syafii, Jumat (25/5/2018).

Hal itu disampaikannya usai rapat paripurna pengesahan RUU Antiterorisme di DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat.

M Syafii menekankan bahwa ada hukuman yang sepadan bagi personil aparat kepolisian jika terbukti melakukan tindakan melanggar HAM kepada tersangka kasus tindak pidana terorisme sesuai dengan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).

“Ada aspek pemberatan bagi oknum penegak hukum yang melanggar HAM tersangka kasus terorisme. Misal dalam KUHP orang biasa dikenakan 9 tahun mala bagi penegak hukum yang lakukan itu mendapat tambahan sepertiga hukuman yaitu menjadi 12 tahun.”

“Itu adalah upaya perimbangan, ada upaya mempersempit ruang gerak teroris tapi di saat sama ada pengawalan terhadap penghormatan hak HAM bagi tersangka kasus terorisme,” tegasnya.

Pansus (Panitia Khusus) revisi Undang-undang (RUU) Antiterorisme tak lupa memasukkan tindakan-tindakan baru yang masuk sebagai kejahatan terorisme dalam draf yang sudah disahkan oleh paripurna DPR RI hari ini, Jumat (25/5/2018).

Menurut Ketua Pansus RUU Antiterorisme, M Syafii perumusan tindakan-tindakan baru yang masuk dalam kejahatan terorisme itu merupakan sebuah upaya untuk mempersempit gerak teroris dan menekan potensi tindak pidana terorisme.

“Banyak sekali pasal baru yang mengkategorikan tindakan yang sebelumnya belum masuk dalam UU Antiterorisme kemudian dikriminalisasi sehingga termasuk kejahatan terorisme. Beberapa antara lain ikut serta dalam tindakan terorisme, aktor intelektual, lalu ‘hate speech’ yang berkaitan dengan terorisme, ikuti pelatihan militer atau paramiliter, dan ikut atau rekrut orang dalam pelatihan militer.”

“Kemudian memasukkan bahan peledak atau jual bahan peledak tanp izin serta mengeluarkan bahan peledak ke luar dari Indonesia. Banyak sekali pasal yang dimasukkan sehingga diharapkan bisa mempersempit ruang gerak teroris yang akan beraksi nanti,” jelas M Syafii.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini