Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fransiskus Adhiyuda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Puluhan ribu aktivis 98 akan kembali turun gunung untuk memerangi intoleransi, radikalisme, dan terorisme.
Juru Bicara Rembuk Nasional Aktivis 98, Sayed Junaidi Rizaldi bin Abdul Rahman Al-Hinduan dalam konferensi pers di Jakarta, Sabtu (3/6/2018), mengatakan, pihaknya akan menggelar Rembuk Nasional yang akan dihadiri sekitar 50 ribu aktivis 98 di Monumen Nasional (Monas), Jakarta, pada 7 Juli 2018.
Baca: Klaim Diserang Hamas, Pasukan Israel Kembali Serang Jalur Gaza
"Rembuk Nasional yang akan diikuti 50 ribu aktivis 98 dari seluruh Indonesia diselenggarakan dengan tujuan memusyawarahkan pemikiran dan menyatukan langkah untuk menegaskan pentingnya menyelamatkan ke-Indonesian," kata Sayed.
Pria yang akrab disapa Pak Cik ini melanjutkan, puluhan ribu aktivis 98 akan kembali turun gunung setelah 20 tahun lalu menggulingkan Soeharto dan orde baru (Orba) karena ada kelompok yang menjadi musuh bersama yang ingin mengganti ideologi Pancasila termasuk mendirikan khilafah.
Upaya-upaya tersebut dilakukan kelompok tersebut di antaranya melalui menyebarkan intoleransi, radikalisme, hingga terorisme.
Baca: Badai Petir Sebabkan Banjir Di Ibukota Yaman, Sejumlah Jalan Lumpuh
"Kami secara bersama memandang tidak boleh diam, aktivis 98 harus meluruskan dan melawan radikalisme, intoleransi, dan terorisme yang terus menurus mengikis orientasi kebangsaan rakyat Indonesia," katanya.
Hal tersebut bukan lagi ancaman, karena terbukti adanya fenomena "bomber family" beberapa waktu lalu di Surabaya, Jawa Timur.
Selain itu, banyaknya terduga terorisme yang ditangkap pascarentetan aksi teroros di Mako Brimob Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat (Jabar) hingga meluas ke beberapa daerah lainnya.
Hal ini juga kian diperparah dengan sikap ambigunya para elit politik dalam merespon soal ancaman tersebut.
Padahal, selain aksi-aksi teror itu, survei Wahid Institut tentang Radikalisme dan Intoleransi yang melibatkan 1.520 responden pada 2017, menunjukan data yang membuat para aktivis miris.
Menurut Sayed, sesuai survei tersebut, bahwa sebanyak 11 juta orang atau 7,7% dari total populasi di Indonesia mau bertindak radikal.
Dari survei tersebut juga diketahui 0,4% penduduk Indonesia atau sekitar 600 ribu orang pernah bertindak radikal.
Aktivis 98 memutuskan untuk melakukan Rembuk Nasional di Monas atas dua alasan yakni soal ideologi dan kondisi nasional.
Terkait ideologi, bahwa intoleransi, radikalisme, dan terorisme telah mengancam Pancasila dan merusak nilai-nilai kemanusiaan.
Sikap ambigu elit politik juga akan membuat ujaran kebencian meluas dan mereka yang terpapar ini akan mudah berpotensi melakukan radikalisme.
"Akibatnya, gampang sekali mereka menyebarkan fitnah, salah satunya menuduh aparat keamanan merekayasa teror dan mengatakan pelaku teror sebagai korban," jelas Pak Cik.
Adapun terkait kondisi nasional, bahwa radikalisme, intoleransi, dan terorisme telah menyebar ke segala lapisan sosial dan aparatur pemerintahan.
Mereka yang sudah terpapar radikalisme, menjungkirbalikan fakta.
"Cara pandang mereka yang memonopoli kebenaran, membuat mereka menjadikan hakim bagi orang-orang yang berbeda dengan mereka. Kebhinekaan yang merupakan kekayaan dan kekuatan bangsa, justru hendak diseragamkan karena mereka memandang kebhinekaan sebagai musuh," kata Pak Cik.
Bukan hanya itu, mereka yang sudah terpapar radikalisme juga mereduksi dan merusak nilai-nilai kemanusiaan, seiring hilangnya orientasi kebangsaan pada diri mereka.
Situasi ini juga melanda lingkungan pendidikan dari tingkat taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi.
"Berdasarkan latar belakang tersebut, aktivis 98 memutuskan untuk melakukan Rembuk Nasional," terang Pak Cik.
Dalam kesempatan itu, turut hadir ribuan aktivisi 98 dan para keluarga aktivis. Selain konprensi pers, acara silahturahmi dan buka puasa bersama dilakukan para aktivis 98 guna mengikat tali persaudaraan.