Wakil Ketua Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) Arif Budimanta mengatakan bahwa saat ini kualitas penurunan kemiskinan semakin baik, sebagai dampak dari sejumlah kebijakan pemerintah.
Pernyataan ini disampaikan saat dialog tentang “Ekonomi Pancasila” dengan masyarakat Jawa Barat di Bandung, Kamis (7/6).
Pada kesempatan tersebut, Arif memaparkan bahwa indikator meningkatnya kesejahteraan masyarakat, antara lain tercermin dari menurunnya tingkat kemiskinan yang terus-menerus turun sejak 2015. Hingga September 2017, seperti disampaikan Badan Pusat Statistik (BPS), tingkat kemiskinan mencapai 10,12 persen, jauh di bawah Maret 2015 yang masih berada di posisi 11,22 persen.
Tak kalah pentingnya, secara kualitas juga mengalami peningkatan. Selama September 2016 hingga September 2017, katanya, secara agregat, penurunan tingkat kemiskinan terjadi secara merata di seluruh pulau di Indonesia. “Dari Pulau Sumatera yang turun 0,59 persen hingga Jawa turun 0,71 persen dan Papua ikut berkurang 0,75 persen,” ujarnya.
Arif berpandangan, peningkatan kualitas pengentasan kemiskinan tersebut terutama didorong oleh program pro rakyat yang telah diimplementasikan oleh pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla. Misalnya, program “Indonesia Kerja” dan “Indonesia Sejahtera” yang telah mampu memberikan lapangan kerja kepada lebih dari 6 juta warga sejak 2014-2018.
Demi menjaga kesinambungan kebijakan tersebut, Arif mengingatkan agar pemerintah senantiasa menjaga kualitas hidup masyarakat, seperti kemampuan daya beli. Sebab saat ini, dari hasil studi KEIN terungkap bahwa sejak awal tahun 2018, kenaikan harga kelompok bahan makanan telah lebih tinggi dibandingkan dengan harga-harga secara keseluruhan.
Sementara pada saat bersamaan, kenaikan upah nominal buruh sangat lambat. Hal ini mengakibatkan secara riil upah tidak dapat mengimbangi kenaikan harga. “Kalau dibiarkan, kondisi ini akan mengurangi daya beli masyarakat, khususnya kelompok yang berpenghasilan rendah,” ujarnya.
Situasi ini penting diperhatikan, terutama oleh para menteri terkait, mengingat harga-harga pangan strategis mengalami kenaikan terbesar dibandingkan komoditas lainnya. Data BPS menyebutkan, secara umum harga beras selalu berada di atas harga eceran tertinggi. Begitu juga dengan harga telur ayam ras maupun daging ayam.
“Kelompok makanan tersebut mampu mendorong inflasi makanan mengingat proporsinya yang sangat besar,” papar Arif, sambil menekankan, “sehingga menyebabkan inflasi makanan melampaui inflasi umum padahal sejak awal 2017 telah dijaga dengan baik.”
Sebagai solusi jangka pendek, Arif menyarankan agar pemerintah melakukan pemantauan secara ketat terhadap pergerakan harga-harga, terutama untuk komoditas strategis seperti makanan. Pengawasan ini tidak hanya dilakukan pada harga akhir di pasar, tetapi juga kemampuan produksi, distribusi dan tingkat konsumsi di daerah agar tercipta keseimbangan antara kebutuhan dan pasokan. “Terutama juga terhadap rantai distribusi yang berperan besar dalam pembentukan harga,” ungkapnya.
Lebih lanjut dijelaskan, pengawasan terhadap rantai distribusi ini sangat penting, karena jangan sampai harga di tingkat produsen dalam hal ini petani tidak bergerak naik, namun harga di tingkat konsumen justru melambung. Kondisi ini membuktikan bahwa yang mendapatkan keuntungan terbesar adalah para pengusaha besar yang bermain di wilayah distribusi barang pangan.
“Demi menjaga keadilan, jangan sampai petani sebagai produsen justru tidak menikmati kenaikan harga di tingkat konsumen,” katanya.
Wakil Ketua Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) Arif Budimanta mengatakan bahwa saat ini kualitas penurunan kemiskinan semakin baik, sebagai dampak dari sejumlah kebijakan pemerintah.
Pernyataan ini disampaikan saat dialog tentang “Ekonomi Pancasila” dengan masyarakat Jawa Barat di Bandung, Kamis (7/6).