TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wasekjen DPP Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Achmad Baidowi menegaskan bahwa kabar hengkangnya Abraham Lunggana alias Lulung dari PPP karena mengklaim PPP meninggalkan umat hanya klaim Lulung saja untuk mencari pembenaran.
"Terbukti berdasarkan hasil survei, justru PPP yang dinilai dekat dengan umat Islam termasuk perjuangan di bidang program legislasi di DPR," kata Baidowi kepada pers di Jakarta, Selasa (19/6/2018).
Menurut Baidowi, Lulung tidak lagi menjabat ketua DPW PPP DKI bukan karena pilkada tapi karena memang hasil Muswil PPP DKI yang menetapkan Abdul Azis sebagai ketua DPW DKI.
"Sedari awal Lulung merupakan loyalis Djan Faridz yang melawan pak Rommy," kata Baidowi.
Kemudian ketika Romahurmuziy alias Rommy menang secara hukum dan politik, Lulung minta tetap dijadikan ketua DPW.
"Tentu saja teman-teman PPP yang berjuang di belakang pak Rommy keberatan, karena ketua DPW sudah dijabat Abdul Azis hasil Muswil," kata Baidowi.
Artinya, menurut Baidowi, selaku politisi Lulung tidak gentle mengakui kekalahan dalam proses politik dan hanya menunggu "durian runtuh saja'.
"DPP PPP yang sah sudah banyak mengalah dan menawarkan beberapa kompensasi kepada Lulung termasuk tidak diganti dari jabatan Wakil Ketua DPRD dan dijadikan salah satu pengurus harian DPP yang membidangi pemenangan wilayah DKI-Jabar dan Banten. Bahkan tak kurang, Sekjen PPP Arsul Sani sendiri yang menawarkan hal tersebut," kata Baidowi.
Baca: Lulung Dipecat Kepengurusan PPP, Djarot: Saya Nggak Tahu Ya
Baidowi mengatakan terus terang saja untuk saat ini kalau jabatan ketua DPW tak bisa dipenuhi karena itu tidak mungkin baik secara politik maupun etika.
"Terkait klaim Lulung dipecat dari jabatan ketua DPW gara-gara persoalan DKI, yang melakukan pemecatan itu adalah DPP Djan Faridz yang memang mendukung Ahok di Pilkada," ujar Baidowi.
Sementara DPP PPP hasil muktamar Pondok Gede tidak pernah mengeluarkan keputusan resmi untuk mendukung Ahok di DKI Jakarta dan sekali lagi pergantian ketua DPW DKI Jakarta melalui Muswil sesuai AD/ART.
"Jika Lulung pindah partai sebenarnya juga bukan sesuatu yang baru karena hanya pengulangan sejarahnya saja sebab sebelum masuk PPP dia pernah maju caleg dari parpol lain pada tahun 2004 dan tidak terpilih," katanya.
"Baru ketika masuk PPP, yang bersangkutan (Lulung) terpilih saat maju caleg pada Pemilu 2009," Baidowi menambahkan.
Sehingga, PPP menghormati saja pilihan Lulung jika memang harus pindah parta karena pihaknua sudah berusaha untuk melakukan pendekatan politik.
"Dan perlu diingat bahwa Lulung menjadi pimpinan DPRD lewat PPP, maka jika berjiwa kesatria hendaknya mengundurkan diri, tidak berkoar-koar menggunakan fasilitas pimpinan DPRD yang didapat melalui PPP," ujar Baidowi.
Baca: Pecat Lulung, Djan Faridz: Lulung Langgar Kesepakatan Bersama Seluruh DPW PPP
Dalam konteks itu, Baidowi mengatakan seharusya Lulung keluar dulu dari PPP baru bicara pindah ke parpol lain dan sebaiknya gentle seperti yang dilakukan Akbar Faizal ketika pindah dari Hanura ke Nasdem.
Begitupun ketika Titiek Soeharto yang mundur dari Golkar sebelum pindah ke Partai Berkarya.
"Kenegarawanan seorang Lulung dipertaruhkan di sini, apakah berjiwa besar dan negarawan seperti Akbar Faizal dan Titiek Soeharto atau hanya mau jadi pecundang?" ujar Baidowi.