TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Nasib terdakwa kasus bom Thamrin dan beberapa kasus teror di Indonesia, Aman Abdurrahman bakal ditentukan dalam sidang pembacaan putusan atau vonis majelis hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (22/6/2018), hari ini.
Namun, tak ada kekhawatiran sedikit pun pada diri pimpinan Jamaah Anshorut Daulah (JAD) Indonesia itu menghadapinya meski sebelumnya jaksa menginginkan hakim memvonisnya hukuman mati sebagaimana tuntutan dan replik.
Hal itu diungkapkan kuasa hukum Aman, Asludin Hatjani, Kamis (21/6) kemarin.
"Kami siap. Ustaz Aman juga sampaikan dirinya tidak gentar untuk vonis besok," ujar Asludin saat dihubungi.
Asludin menyampaikan, Aman tetap pada sikapnya, bahwa seluruh dakwaan dan tuntutan yang disampaikan jaksa kepada dirinya adalah tidak berdasar. Tuduhan-tuduhan bahwa Aman adalah otak di balik lima kasus teror tersebut tidaklah didukung dengan bukti dan tak dapat dibuktikan sepanjang proses persidangan.
"Tidak ada satupun bukti yang menunjukkan ustaz melakukan ajakan terhadap orang untuk melakukan serangan bom," ujarnya.
Mengacu hal itu, Asludin meyakini majelis hakim yang diketuai oleh Akhmad Jaini akan bertindak adil untuk memutus perkara Aman Abdurrahman ini. tersebut. Keputusan itu, menurutnya, juga akan memberikan keadilan bagi masyarakat.
Dalam sidang penyampaian jawaban atas replik Jaksa Penuntut Umum (JPU) sebelumnya, Aman Abdurrahman menyatakan dirinya bersalah dan menginginkan majelis hakim menjatuhi hukuman mati untuknya.
Aman Abdurrahman berkeras menyatakan dirinya tidak terlibat rentetan aksi teror di Indonesia pada 2016 dan 2017 sebagaimana tuntutan dan replik dari tim JPU. Meski begitu, ia menyatakan bersedia dihukum mati atas tindakan yang dianggap mengkafirkan pemerintah.
"Saya ingin menyampaikan, ingin mempidanakan kepada saya berkaitan dengan mengkafirkan pemerintahan ini silakan pidanakan, berapa pun hukumannya, mau hukuman mati, silakan," ujar Aman.
Dalam tuntutan dan repliknya, tim JPU menginginkan agar majelis hakim menjatuhkan hukuman mati kepada Oman Rochman alias Abu Sulaiman bin Ade Sudarma alias Aman Abdurrahman.
Jaksa menyatakan Aman Abdurrahman terbukti terlibat sebagai otak intelektual atau penggerak dan bertanggung jawab atas lima kasus teror di Indonesia sepanjang 2016 dan 2017. Yakni, aksi teror bom di gereja Samarinda pada 13 November 2016, bom Thamrin pada 14 Januari 2016, bom Kampung Melayu pada 24 Mei 2017, serta penusukan polisi di Mapolda Sumut pada 25 Juni 2017 dan penembakan polisi di Bima, NTB pada 11 September 2017.
Aksi teror itu dilakukan setelah Aman menginisiasi terbentuknya JAD.
Meski Aman tidak pernah terlibat langsung dalam kelima aksi teror tersebut, namun bagi jaksa, ada dua benang merah yang menjadi fakta kuat.
Pertama, buku seri materi tauhid yang ditulis oleh Aman. Kedua, pertemuan-pertemuan Aman dengan pengikutnya di Lembaga Permasyarakatan Nusakambangan, Jawa Tengah.
Buku materi tauhid adalah kumpulan ceraman Aman yang dicetak dalam beberapa seri. Dalam buku itu, Aman menegaskan bahwa hukum yang layak diperjuangkan hanyalah hukum Allah SWT.
Sebaliknya, penerapan hukum yang berdasarkan Undang-Undang Dasar 1946 hingga sistem demokrasI di Indonesia termasuk tindakan kekufuran.
Pemahaman inilah yang kemudian ditransfer oleh Aman kepada sejumlah pengikutnya, seperti Abu Musa, Abu Gar, Joko Sugito, dan bererapa yang lain.
Pada 2015, beberapa pengikut ini menjenguk Aman yang tengah menjalani hukuman di Lapas di Pulau Nusakambangan selaku terpidana kasus kasus bom Cimanggis dan pelatihan militer di Aceh.
Pada momen tersebut, Aman menyampaikan kepada pengikutnya tentang adanya perintah amaliah dari umaro (pemimpin) Negara Islam Irak dan Suriah atau ISIS di Suriah.
Salah satu perintah itu juga diterima oleh Ali Sunakim alias Afif, pelaku bom Sarinah Thamrin yang pernah menemui Aman langsung di Nusakambangan.
Setelah itu, mulailah terjadi aksi teror di Indonesia.
JPU menilai Aman Abdurrahman terbukti secara sah telah melanggar Pasal 14 juncto Pasal 6, subsider Pasal 15 juncto Pasal 7 dan Pasal 14 juncto Pasal 7 subsider Pasal 15 juncto Pasal 7 Undang-undang Nomor 15 tahun 2003, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Dalam UU tersebut, tindakan yang dituduhkan pada Aman bisa dihukum penjara seumur hidup atau mati.
Jaksa Belum Pastikan Banding
Anggota tim JPU, Mayasari mengatakan, pihaknya akan menghormati apapun putusan hakim untuk perkara Aman Abdurrahman ini. Namun, pihaknya juga akan menggunakan hak banding jika putusan majelis hakim lebih rendah dari tuntutan.
"Kami akan hormati seluruh keputusan hakim. Apabila lebih rendah, kami akan pertimbangkan lagi, karena ada beberapa faktor yang harus diperhatikan, kalau kami langsung menyatakan banding," ucapnya.
Kendati demikian, Mayasari tetap optimis atas keputusan hakim dan dapat menghukum mati pria yang memiliki peran penting saat kejadian di Mako Brimob Kelapa Dua, Depok beberapa waktu lalu.
"Kami optimis putusannya bisa maksimal," tuturnya.