Majelis hakim memvonisnya dengan hukuman tujuh tahun penjara dan membayar denda Rp 500 juta subsider kurungan 5 bulan.
Hakim menyatakan, Fredrich selaku pengacara berperan membuat merencanakan agar Setya Novanto dirawat di rumah sakit, sehingga tidak bisa diperiksa dalam kasus proyek e-KTP oleh penyidik KPK pada 15 November 2017.
Baca: Basarnas Perpanjang Masa Pencarian Korban Hilang hingga 30 Juni
Fredrich terbukti lebih dulu memesan kamar inap hingga menghubungi dokter Bimanesh Sutarjo sebelum Novanto mengalami kecelakaan dan dirawat di RS Medika Permata Hijau.
Novanto sendiri mengalami kecelakaan mobil bersama ajudannya, AKP Reza, dan Hilman Mattauch saat hendak menuju kantor MetroTV di Permata Hijau, Jakarta, pada 16 November 2017.
"Fakta hukum di atas, terdakwa sengaja menyuruh Novanto tidak memenuhi panggilan KPK dan harus ada izin presiden. Terdakwa juga meminta surat keterangan medis Novanto kepada dokter Michael namun ditolak karena belum diperiksa. Unsur mencegah-merintangi penyidikan telah terpenuhi," kata anggota majelis hakim.
Selain itu, hakim mengatakan Fredrich meminta Bimanesh mengubah diagnosis hipertensi menjadi kecelakaan. Padahal, Novanto sebelumnya berada di Gedung DPR dan kawasan Bogor.
"Terdakwa meminta dokter jaga IGD mengubah diagnosis kecelakaan Novanto, namun ditolak dokter jaga IGD karena Novanto belum pernah diperiksa. Perbuatan ini melanggar hukum agar Novanto tidak diperiksa penyidik KPK atas kasus proyek e-KTP. Unsur mencegah dan merintangi penyidik terpenuhi," ucap hakim.
Majelis hakim menyatakan apa yang dilakukan oleh Fredrich Yunadi bersama dokter Bimanesh Sutardjo terbukti melanggar Pasal 21 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Putusan majelis hakim itu lebih rendah dari tuntutan jaksa KPK sebelumnya, yakni 12 tahun penjara dan membayar denda Rp 600 juta subsider 6 bulan kurungan.
Ada empat hal yang memberatkan sehingga majelis hakim menghukum Fredrich dengan tujuh tahun penjara.
Yakni, tidak mengakui perbuatannya secara terus terang, tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas korupsi, memunculkan sikap dan mengeluarkan kata-kata yang kurang sopan selama persidangan, hingga cenderung mencari-cari kesalahan pihak lain saat persidangan.
Hal yang meringankan vonis untuk Fredrich semata karena pengacara tersebut tidak pernah dihukum sebelumnya dan karena punya tanggungan keluarga.
Bagi KPK sendiri, vonis tujuh tahun penjara untuk Fredrich selaku terdakwa yang menghalangi penyidikan kasus korupsi ini adalah masih jauh dari tuntutan jaksa, yaitu 12 tahun bui.
Oleh karena itu, pihak jaksa KPK dalam persidangan menyatakan pikir-pikir dalam tujuh hari untuk mengajukan banding atau tidak atas vonis Fredrich ini.