News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Kisruh Partai Hanura

Upaya Wiranto Selesaikan Konflik Hanura Dinilai Timbulkan Konflik Kepentingan

Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Adi Suhendi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Petrus Selestinus.

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Sekjen Bidang Hukum DPP Partai Hanura, Petrus Selestinus, menilai Wiranto tidak dapat menggunakan jabatan sebagai Menteri Politik, Hukum, dan Keamanan untuk menyelesaikan konflik Partai Hanura.

Menurut dia, jika Wiranto mencampuradukkan wewenang sebagai Menko Polhukam dan Ketua Dewan Pembina Partai Hanura justru dapat menimbulkan konflik kepentingan.

Baca: Sikap KPU Terkait Konflik Internal Partai Hanura

"Jabatan Wiranto sebagai Ketua Dewan Pembina Partai Hanura telah menimbulkan konflik kepentingan bagi Wiranto,” ujar Petrus, Selasa (10/7/2018).

Wiranto selaku Ketua Dewan Pembina Partai Hanura menyampaikan surat tertanggal 5 Juli 2018 dan berkop Partai Hanura yang ditujukan kepada Ketua Umum Partai Hanura Oesman Sapta Odang.

Melalui surat itu, Wiranto menjelaskan telah menggelar rapat koordinasi di Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan pada 5 Juli 2018.

Baca: Jokowi Dapat Dukungan dari Ulama Muda Maju Pilpres 2019

Rapat itu dihadiri unsur KPU, DKPP, Kemenkum HAM, PTUN Jakarta, dan Mahkamah Agung.

Di dalam surat itu menyatakan KPU, DKPP, Kemenkum HAM, PTUN Jakarta, dan MA sepakat Hanura mengikuti pencalegan mengacu pada SK Menkum HAM M.HH-22.AH.11.01 tanggal 12 Oktober 2017 dengan Ketua Umum Oesman Sapta dan Sekretaris Jenderal Sudding, sesuai keputusan PTUN dalam gugatan sengketa Partai Hanura.

Namun, Petrus menilai pertemuan itu membuka tabir praktik penyalahgunaan wewenang eksekutif yang dilarang UUD 1945, UU Kekuasaan Kehakiman, dan UU Administrasi Pemerintahan.

"Wiranto bertindak melampaui wewenang karena mengundang Mahkamah Agung dan Ketua PTUN Jakarta membangun kesepakatan atas perkara yang sedang berjalan. Itu berarti Wiranto telah bertindak melampaui batas wewenang sebagai Menko Polhukam," tutur Petrus.

Baca: 12 Militan ISIS Tewas di Filipina Selatan

Dia menilai, Wiranto berusaha mengembalikan kepengurusan sesuai SK Menkum HAM Nomor M.HH-22.AH.11.01 Tahun 2017 tanggal 12 Oktober 2017, yakni Oesman Sapta sebagai Ketum dan Sudding sebagai Sekjen.

Padahal SK itu masih menjadi objek sengketa di PTUN karena kubu OSO mengajukan banding.

Sebelumnya, KPU RI berpedoman kepada Surat Keputusan Kementerian Hukum dan HAM yang mengesahkan kepengurusan Ketua Umum Partai Hanura, Oesman Sapta Odang dan Sekjen Herry Lontung Siregar saat pendaftaran calon anggota legislatif (caleg) di Pemilihan Legislatif (Pileg) 2019.

Komisioner KPU RI, Hasyim Asy’ari, mengatakan KPU RI berpedoman kepada SK Kemenkumham itu sampai batas akhir pengajuan daftar calon anggota DPR RI, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota pada 17 Juli mendatang.

Namun, kata dia, KPU RI mengikuti perkembangan peristiwa hukum yang terjadi. Selain itu, dia mengaku, di dalam membuat keputusan berlandaskan pada perundang-undangan yang berlaku saat menentukan kepengurusan mengikuti keputusan Kemenkumham.

"Dengan begitu SK Menkumham yang kepengurusan OSO dan Herry itu masih dianggap sah. Sampai kapan? Dalam konteks pencalonan sampai waktu pendaftaran calon tanggal 17,”ujar Hasyim, kepada wartawan ditemui di kantor KPU RI, Selasa (10/7/2018)

Apabila sampai batas waktu terakhir itu tidak ada perubahan, kata Hasyim, pihaknya tetap berpedoman kepada SK Kemenkumham yang sudah dikeluarkan sebelumnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini