TRIBUNNEWS.COM - Kadiv Advokasi dan Hukum DPP Partai Demokrat, Ferdinand Hutahaean turut berkomentar terkait Freeport yang sepakat bahwa Indonesia memiliki saham menjadi 51 persen.
Menurut Ferdinand, hal itu hanya kebetulan saja terjadi di pemerintahan Joko Widodo (Jokowi)
Karena kontrak akan berakhir di tahun 2021.
Sedangkan masa evaluasi boleh dilakukan 2 tahun sebelum berakhirnya.
Namun, jika dilakukan tahun 2019, pemerintah akan kehilangan momen untuk membangun citra politik.
Sehingga, menurut Ferdinand tidak perlu membangun narasi jika seolah hanya Jokowi yang mampu, melainkan hanya kebetulan Jokowi sedang menjabat presiden.
Ferdinand menambahkan, jika ia menjadi presiden ia lebih memilih memutuskan kontrak dibanding hanya membeli 51 persen.
"Kebetulan kontraknya akan berakhir 2021, dan masa evaluasi boleh dilakukan 2 tahun sebelum berakhir dan sekarang era Jokowi.
Jadi tak perlu membangun narasi bahwa seolah hanya Jokowi yang mampu, kebetulan Presidennya sekarang dia.
Kalau saya presidennya, saya putus kontrak itu, bukan beli 51%," tulis Ferdinand melalui akun Twitter-nya @LawanPolitikJKW, Kamis (12/7/2018).
Selain itu, Ferdinand juga mentautkan video dirinya yang juga mengomentari kontrak Karya (KK) yang menjadi IUPK (Izin Usaha Pertambangan Khusus).
Menurutnya, ada unsur politis untuk membangun citra kepentingan politik.