TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Ashiddiqie meminta MK memutus gugatan perubahan ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold (PT) sebelum masa pendaftaran capres dan cawapres pilpres 2019 atau sebelum 5 Agustus 2018.
Ia menjelaskan ketika lebih dari dari tanggal itu, maka peraturan akan berlaku pada pemilu periode berikutnya atau 2024.
"Kuncinya kalo memang mau dikabulkan harus sebelum 10 Agustus idealnya sebelum 5 Agustus. Sesudah pendaftaran lebih dari 10 Agustus maka meskipun di kabulkan ini hanya berlaku untuk 2024, tapi terserah MK," jelas Jimly yang ditemui usai mengisi diskusi ILUNI UI, di Gedung Rektorat UI Salemba, Jakarta Pusat, Kamis (12/7/2018).
Ia menilai gugatan tersebut bisa menang, jika menyertakan catatan ataupun bukti-bukti baru.
"Argumen lama sudah jelas di tolak, nah argumen barunya soal keserentakan, soal data data yang saya sampaikan nyatanya ga mungkin 3 skrg koalisi itu hanya bisa 2 berarti ada hambatan," kata Jimly.
Lebih lanjut, ia menerangkan pemohon bisa menjadikan alasan partai yang dimungkinkan abstain karena partai tersebut ingin berdiri sendiri namun terganjal aturan ambang batas 20 persen.
"Apalagi misal ada partai upstain, dia tidak kanan dan kiri sedangkan angka dia tidak cukup 20 persen nah itukan berarti hak dia terhambat nah yang begitu bisa dicajukan ke MK dia punya legal standing terbukti dia dirugikan oleh aturan 20 persen," kata Ketua ICMI.
Secara pribadi, ia mendukung adanya revisi Presidential Thershold 20 persen menjadi 0 persen pemilu tahun ini berbeda dengan pemilu tahun sebelumnya.
"Jadi kalau 2014 itu tidak ada petahana ya, beda dengan 2019. Maka MK bisa pertimbangkan dinamika baru, ada kesulitan dihadapi, kita tak bisa mengarahkan cepat kepada dua koalisi, jadi menurut pendapat saya ini (PT nol persen) bagus untuk jangka panjang, baik juga untuk jangka pendek, ke depannya," kata Jimly.