TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) menyebut Indonesia menjadi salah satu negara yang paling banyak menangkap teroris.
Meski demikian, hal yang terpenting adalah memberantas radikalisme.
Baca: Kemendagri: Gubernur DKI Bisa Kena Sanksi Jika Tak Laksanakan Rekomendasi KASN
Baca: Mahfud MD Merasa Malu Jika Diajak Bicara Soal Cawapres
"Penting bagaimana memberantas radikalisme itu. Tapi Indonesia termasuk negara di dunia yang paling banyak menangkap teroris lebih 2000-an," ujar Kalla pada sesi tanya jawab pembekalan capaja TNI-Polri di Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Rabu (18/7/2018).
Ia mengatakan keberhasilan tersebut tak lepas dari peran aparat kepolisian terutama Densus 88, yang kini disebutkan JK menjadi target para terorisme.
"Kita terima kasih ke Polisi Densus 88 memang akibatnya musuh teroris yang utama itu polisi. Sehingga kantor-kantor kepolisian di Surabaya dan beberapa tempat menjadi target sasaran dari teroris. Memang resiko jabatan suatu pekerjaan seperti itu," kata Jusuf Kalla dihadapan ratusan calon perwira TNI-Polri.
Tak hanya kepolisian, TNI juga merupakan aparat yang membantu pemberantasan radikalisme dan terorisme seperti di Poso.
"Keberanian aparat kita polisi dan TNI. Sama dengan di Poso kerja sama TNI, Polisi begitu baik sehingga dapat menghabisi teroris di Poso," ujar Kalla.
Namun demikian, JK menyampaikan kekhawatirannya saat para teroris ditahan dalam satu tempat yang sama maupun dipisah ditahanan umum.
"Ini juga koreksi kita semua bahwa prosedural atau bangunan fisik harus sesuai ketentuan. Kalau teroris itu digabung dia jadi universitas. Kalau dipisah jadi virus bagi tahanan lain," kata Kalla.
"Banyak kejadian juga teroris yang dipenjara umum memengaruhi yang lain. Kalau digabung jadi lebih tinggi ilmunya. Jadi serba salah kita jadinya," sambung Kalla.