TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Nessy Kalvia, istri dari Bupati nonaktif Lampung Tengah, Mustafa tampak begitu lelah. Matanya terlihat merah, kepalanya tertunduk ketika menghadiri sidang putusan suaminya.
Nessy yang mengenakan kemeja berwarna putih, dan kerudung berwarna hitam, terus ditemani oleh kerabatnya selama persidangan.
Baca: Psikiater Kaget Lihat Hasil Tes Kesehatan Jiwa Bakal Caleg Pemilu 2019
Namun, tidak berselang lama, dia harus kembali keluar karena sidang vonis suaminya ditunda hingga Senin (23/7) sore mendatang.
Rasa sedih hinggap di dirinya. Nessy kepada Tribun mengaku, seharusnya bisa mendapatkan kepastian hukum untuk kasus suaminya.
"Pasti sedih. Harusnya kan Bapak bisa mendapat kepastian hukum hari ini, tapi ini harus ditunda," katanya sembari berjalan menyusul suaminya yang sudah terlebih dahulu memasuki ruang tunggu tahanan di Basement Gedung Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (19/7).
Tidak banyak hal yang dilakukan olehnya menjelang pembacaan keputusan suaminya. Nessy mengaku hanya dapat berserah diri dan terus menguatkan Mustafa selama ditahan oleh KPK. Doa dan dukungan, ungkapnya, juga terus mengalir dari para pendukung.
"Insya Allah Bapak tetap tabah dan sabar," ucapnya pelan.
Mustafa, kepada Tribun usai persidangan, berharap penundaan terhadap dirinya membawa keputusan yang terbaik. Majelis Hakim, kata dia, memiliki penilaian sendiri atas kasus yang menimpanya.
"Kita hormati penundaan ini. Insya Allah diberikan yang terbaik," tukasnya.
Sebelum sidang berlangsung, Mustafa mengaku tak lepas untuk memanjatkan doa agar diberikan yang terbaik. Berkumpul kembali bersama keluarga merupakan hal yang ingin dilakukannya dalam waktu dekat.
"Saya berdoa agar bisa berkumpul lagi bersama keluarga," imbuhnya.
Sidang Bupati Nonaktif Lampung Tengah, Mustafa ditunda oleh Ketua Majelis Hakim, Ni Made Sudani.
Dijelaskan olehnya, majelis masih belum selesai dalam musyawarah menentukan vonis terhadap pria yang juga bertarung di Pilgub Lampung pada Pilkada 2018 kemarin.
"Majelis sampai saat ini belum selesai bermusyawarah. Satu hakim hari ini juga tidak bisa hadir karena masih sidang lain. Jadi, kita tunda saja ya?" ucap Sudani kepada kuasa hukum dan Jaksa KPK di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (19/7)
Mendengar hal itu, baik kuasa hukum dan jaksa serta Mustafa yang sudah di dalam ruangan, menyepakati keputusan hakim. Serta meminta agar sidang putusan kembali digelar dalam waktu dekat.
"Baik. Sidang kami tunda hingga Senin 23 Juli 2018 sore. Sepakat semua ya?" tanya dia kembali seraya disambut anggukan kepala kuasa hukum dan jaksa.
Puluhan pendukung yang sudah berada di dalam ruang sidang, sontak menyoraki keputusan hakim. Namun, tidak lama, akhirnya mereka keluar dan berjanji akan datang pada sidang berikutnya.
"Kami akan datang lagi minggu depan. Untuk memberikan semangat kepada Pak Bupati," ujar salah satu diantara mereka.
Oleh jaksa KPK, Mustafa yang setia menggunakan kemeja putih berikut peci hitam ini dituntut pidana 4,6 tahun penjara. Tidak hanya itu, dia juga diminta membayar denda Rp 250 juta subsider 6 bulan kurungan.
Menurut jaksa, Mustafa terbukti menyuap anggota DPRD Lampung Tengah (Lamteng) sejumlah Rp 9,6 miliar. Penyuapan dilakukan bersama dengan Kepala Dinas Bina Marga Lamteng, Taufik Rahman.
Pemberian uang secara berharap ke anggota DPRD dimaksudkan agar anggota DPRD memberikan persetujuan dan pernyataan rencana pinjaman daerah Lamteng ke PT Sarana muti Infrastruktur (MSI) sebesar Rp 300 miliar pada tahun anggaran 2018.
"Kami menuntut agar majelis hakim menyatakan terdakwa Mustafa telah terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara bersama dan berlanjut," kata jaksa KPK, M Asri Irwan pada sidang tuntutan.
Dalam pertimbangannya, jaksa menilai hal yang memberatkan ialah perbuatan Mustafa tidak mendukung pemerintah yang giat memberantas korupsi.
Mustafa juga dinilai telah menciderai birokrasi pemerintahan yang bebas korupsi, kolusi dan nepotisme. Termasuk Mustafa selaku bupati tidak memberikan contoh yang baik.
"Hal meringankan, terdakwa bersikap sopan dan menyesali perbuatannya," lanjut jaksa M Asri Irwan.
Tidak hanya pidana penjara dan denda, Mustafa juga dijatuhi hukuman tambahan berupa pencabutan hak politik.Dia tidak mendapatkan hak dipilih atau memilih selama empat tahun ke depan setelah menjalani hukuman pidana.
Mustafa dinilai melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.(ryo)