Laporan Reporter Kontan, Andi M Arief
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bupati Temanggung terpilih sekaligus suami dari tersangka Eni Maulatti Saragih (EMS), M. Al-Khadziq, diagendakan untuk diperiksa sebagai saksi dalam kasus suap proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Riau.
Al-Khdziq akan diperiksa bersama tiga orang lainnya, yaitu Direktur Pengadaan Strategis 2 PT PLN (Persero) Supangkat Iwan Santoso, tenaga ahli tersangka Eni Maulatti Saragih (EMS), Tahta Maharaya, dan sekretaris tersangka Johannes Budisutrisno Kotjo (JBK), Audrey Ratna Justianty.
"Keempatnynya diagendakan pemeriksaan sebagai saksi untuk tersangka JBK dalam kasus tindak pidana korupsi suap terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1," jelas Febri Diansyah, Juru Bicara KPK, Rabu (25/7/2018).
Sebelumnya, Al-Khadziq diamankan di rumah Eni bersama dengan dua orang Staff Eni di daerah Larangan, Tangerang dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK.
KPK menduga Al-Khafidz mengetahui beberapa rangkaian peristiwa kasus suap yang dilakukan pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited, Johannes Budisutrisno Kotjo, kepada Eni.
Awal bulan Juli ini (4/7/2018), Al-Khadziq baru saja memenangkan pemilihan kepala daerah Temanggung, Jawa Tengah, melalui hasil rapat pleno rekapitulasi perhitungan suara KPU Kabupaten Temanggung. Terkait hal tersebut, Basaria mengaku, belum meluaskan penyelidikan sampai ke sana.
Baca: Diplomasi Batik di Pertemuan Prabowo dan SBY
"Jadi hari ini kami masih fokus pada hari ini untuk kasus pemberian suap (PLTU Riau)," aku Basaria dalam konferensi pers di gedung KPK, Sabtu (14/7/2018) malam.
Sebelumnya, KPK berhasil mengamankan 13 orang terkait kasus suap PLTU Riau-1, uang sejumlah Rp 500 juta, dan tanda terima uang sebesar Rp 500 juta tersebut.
Baca: Sekjen PDIP: Ada Elemen di Internal PAN Ingin Gabung di Koalisi Jokowi
Basaria mengatakan Eni menerima uang sebesar Rp 4,8 miliar itu secara bertahap, yaitu Rp 2 miliar pada Desember 2017, Rp 2 miliar pada Maret 2018, Rp 300 juta pada Juni 2018, dan Rp 500 juta sesaat sebelum OTT.
Eni disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a dan b atau Pasal 11 UU No. 13/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20/2001 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Kotjo disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 UU No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20/2001 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.