Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Dugaan munculnya pemilih siluman menjadi alasan Perselisihan Hasil Pemilihan (PHP) Kepala Daerah Kabupaten Pinrang 2018 dibawa ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Ketua MK, Anwar Usman, didampingi Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna dan Wahiduddin Adams memimpin sidang yang terdaftar di nomor 32/PHP.BUP-XVI/2018.
Baca: Bomber Persib Bukan Lagi Top Scorer Tunggal Liga 1 2018, Eks-Striker Sevilla Samai Torehan Gol
Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Pinrang Nomor Urut 1, Abdul Latif dan Usman mendalilkan adanya pemilih siluman yang termobilisasi akibat Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Pinrang menerbitkan surat keterangan (suket).
Kuasa hukum pemohon, Irwan Muis, menemukan adanya persoalan kritis terhadap terbitnya secara masif suket perekaman pengganti KTP elektronik yang digunakan pemilih sebagai dasar hukum dalam menyalurkan hak pilihnya dalam Pilkada Kabupaten Pinrang 2018.
“Motif dan tujuan dari penerbitan suket ini sangat patut diduga terindikasi dengan anasir-anasir politis untuk digunakan sebagai senjata yang akan menguntungkan perolehan suara bagi paslon tertentu,” kata Irwan, Jumat (27/7/2018).
Dia menjelaskan, Kebijakan KPU dalam Peraturan KPU Nomor 8 Tahun 2018 telah mengakui dan membenarkan bahwa selain KTP elektronik, maka suket dapat digunakan sebagai alat verifikasi bagi pemilih yang terdaftar dalam daftar pemilih tetap maupun tambahan.
Melalui hal tersebut, Disdukcapil Kabupaten Pinrang menerbitkan 19.560 suket yang diterbitkan dalam dua gelombang. Namun, kemudian diketahui diterbitkan kembali suket sejumlah 14.525 yang pencetakannya dilakukan pada 23 Mei – 27 Juni 2018.
Dari 9.589 hak pilih pengguna suket tersebut terdapat 3.668 pemilih siluman dengan menggunakan suket siluman ganda dan sisanya 8.989 pemilih atas nama pemilih di bawah umur dan suket atas nama satu orang, tetapi juga terdaftar sebagai pemilih di DPT.
“Bahwa penerbitan suket tersebut dilakukan hanya dalam jangka waktu 1 bulan. Menurut Pemohon, singkatnya waktu yang digunakan untuk menerbitkan hal tersebut tidak terlepas dari anasir-anasir politik,” ujar Irwan.
Terkait dengan pelanggaran tersebut, Panwaslu Kabupaten Pinrang telah mendapatkan laporan dari beberapa laporan. Bahkan merekomendasikan Disdukcapil untuk melakukan tindak lanjut.
Namun, dalam hal ini, Pemohon menemukan beberapa kejanggalan termasuk di antaranya format suket yang diterbitkan tersebut tidak sesuai dengan format yang ditentukan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri RI serta suket tidak ditandatangani dengan cap basah oleh pejabat Disdukcapil, melainkan tanda tangan stempel dan fotokopi.