TRIBUNNEWS.COM - Sebuah hadist menyebutkan jika amalan yang paling dicintai Allah saat hari raya Idul Adha adalah menyembelih hewan.
Umat muslim pun berlomba-lomba untuk menyembelih hewan kurban saat Idul Adha.
Sebab pada hari kiamat hewan kurban yang disembelih akan datang kepada yang berkurban.
Setiap anggota tubuh hewan tersebut akan menjadi pahala bagi penyembelih hewan.
Dari kuku-kukunya, bulu-bulunya hingga tanduknya.
Sebuah riwayat hadist menyebutkan jika darah hewan kurban akan sampai di sisi Allah bahkan sebelum menetes ke tanah.
BACA: Billy Syahputra Jualan Sapi ke Kalangan Artis, Jelang Idul Adha Bakal Laris Manis
Hal ini didasarkan atas haditst Nabi shallallâhu ‘alaihi wasallam, antara lain:
عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَا عَمِلَ آدَمِيٌّ مِنْ عَمَلٍ يَوْمَ النَّحْرِ أَحَبَّ إِلَى اللَّهِ مِنْ إِهْرَاقِ الدَّمِ إِنَّهَا لَتَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِقُرُونِهَا وَأَشْعَارِهَا وَأَظْلَافِهَا وَأَنَّ الدَّمَ لَيَقَعُ مِنْ اللَّهِ بِمَكَانٍ قَبْلَ أَنْ يَقَعَ مِنْ الْأَرْضِ فَطِيبُوا بِهَا نَفْسًا
Aisyah menuturkan dari Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wasallam bahwa beliau bersabda, “Tidak ada suatu amalan yang dikerjakan anak Adam (manusia) pada hari raya Idul Adha yang lebih dicintai oleh Allah dari menyembelih hewan. Karena hewan itu akan datang pada hari kiamat dengan tanduk-tanduknya, bulu-bulunya, dan kuku-kuku kakinya. Darah hewan itu akan sampai di sisi Allah sebelum menetes ke tanah. Karenanya, lapangkanlah jiwamu untuk melakukannya.”
(Hadits Hasan, riwayat al-Tirmidzi: 1413 dan Ibn Majah: 3117)
Melihat pahala yang begitu besar saat kurban, beberapa orang pun ingin memberikan pahala kepada sanak saudara yang telah meninggal.
Beberapa anak ingin berkurban atas nama orangtua atau orang yang dicintai.
Namun, bagaimana hukum berkurban atas nama orang yang sudah meninggal?
Apakah sah atau tidak?
Melansir dari Kompas.com, hukum berkurban untuk orang yang telah meninggal ada tiga macam antara lain:
1. Bukan Sasaran Utama Kurban
Orang yang telah meninggal bukan sasaran utama ibadah kurban.
Status orang yang meninggal secara otomatis mengikuti kurban keluarganya yang masih hidup.
Misal seseorang menyembelih kurban dengan niat untuk keturunannya, baik yang masih hidup maupun yang meninggal.
Hal ini diperbolehkan dan pahala yang didapat juga mengalir ke seluruh orang yang mempunyai garis darah, seperti istri, anak-anak ataupun kerabat.
2. Nazar atau Wasiat
Menyembelih kurban bagi orang yang telah meninggal atas dasar wasiat atau nazar harus dilakukan.
Hal ini bersifat wajib bagi anak turun orang yang telah meninggal.
Anak turunnya wajib menyembelih meskipun saat dirinya sendiri belum pernah berkurban untuk dirinya.
Disebutkan dalam kitab ‘Al Muwattho’ dan selainnya bahwa Sa’ad bin Ubadah pergi menemui Nabi SAW dan berkata kepadanya, ”Sesungguhnya ibuku berwasiat, beliau (ibuku) mengatakan, ’Hartanya harta Saad dan dia meninggal sebelum menunaikannya.’ Kemudian Sa’ad mengatakan, ’Wahai Rasulullah apakah jika aku bersedekah baginya akan bermanfaat untuknya? Beliau saw menjawab. ’Ya.”
Sebab jika tidak dilaksanakan orang yang bernazar atau wasiat masih mempunyai tanggungan walaupun telah meninggal.
3. Sebagai Sedekah
Pada poin ini terdapat perbedaan pendapat dari beberapa ulama.
Yang pertama memperbolehkan kurban dengan niat sedekah kepada orang yang telah meninggal.
Sebagian ulama menganggap ini sebagai hal baik dan pahalanya bisa sampai kepada mayit, sebagaimana sedekah atas nama mayit (Fatwa Majlis Ulama Saudi no. 1474 & 1765).
Para ulama Hanafi dan Hambali berpendapat, diperbolehkan berkurban untuk orang yang sudah meninggal.
Seakan-akan almarhum berkurban untuk orang yang masih hidup dan bisa memakannya, sedangkan pahalanya bagi si mayat (Al Fiqhul Islami Wa Adillatuhu, juz IV hal.2743 - 2744).
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah berkata : “Diperbolehkan menyembelih qurban bagi orang yang sudah meninggal sebagaimana diperolehkan haji dan shadaqah untuk orang yang sudah meninggal. Menyembelihnya di rumah dan tidak disembelih kurban dan yang lainnya di kuburan” [Majmu Al-Fatawa (26/306)].
Pendapat kedua adalah yang tidak memperbolehkan hal tersebut.
Para ulama Syafi’i berpendapat tidak diperbolehkan bagi seseorang berqurban untuk orang lain tanpa seizinnya, tidak juga untuk orang yang sudah meninggal apabila ia tidak mewasiatkannya berdasarkan firman Allah swt:
“Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya,” (QS. An Najm : 39).
VIRAL: Tradisi Kurban Saat Hari Raya Idul Adha di 5 Negara, India dan Turki Paling Unik
Para ulama Maliki berpendapat makruh bagi seseorang berkurban untuk orang yang sudah meninggal dunia jika orang itu tidak menyebutkan (meniatkannya) sebelum kematiannya, dan jika ia meniatkannya namun bukan nadzar maka disunnahkan bagi para ahli warisnya untuk melaksanakannya (Al Fiqhul Islami Wa Adillatuhu, juz IV hal.2743 - 2744).
(Tribunnews.com/Diah Ana)