TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tekad bakal calon legislatif (bacaleg) Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Aceh Abdullah Puteh untuk menjadi wakil rakyat belum habis.
Putusan Panitia Pengawas Pemilih (Panwaslih) Aceh Nomor: 001/PS/Bawaslu-Prov.Ac/VII/2018 terkait sengketa proses pemilu, menjadi angin segar baginya untuk turut serta dalam pemilu 2019.
Putusan yang diambil pada hari Kamis (9/8/2018) lalu, memerintahkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Komisi Independen Pemlilih (KIP) untuk menetapkan Puteh sebagai bacaleg DPD, tiga hari setelah putusan Panwaslih.
Namun sampai sekarang keduanya belum menjalankan keputusan tersebut.
Nama Puteh belum juga dicantumkan dalam Daftar Calon Sementara (DCS).
Berbagai macam cara kooperatif telah dilakukan.
Hampir setiap saat ia menanyakan kepada KPU mengapai tidak menjalankan putusan Panwaslih yang final dan mengikat.
Namun tidak pernah direspon. Selalu ada alasan yang diutarakan.
Salah satunya berdalih terhadap undang-undang nomor 7 tahun 2017 tentang pemilu dan Peraturan KPU (PKPU) yang melarang mantan koruptor untuk menjadi calon legislatif.
Meski pernah terjerat kasus hukum dimasa lalu. Hak Puteh untuk memilih dan dipilih tidak dicabut.
Sehingga berhak untuk mendaftar sebagai calon wakil rakyat.
Politikus berusia 70 tahun ini merasa sangat dizalimi dan menjadi korban keegoisan KPU yang tetap berpedoman terhadap PKPU.
Berbagai langkah telah disiapkan untuk melawan ketidakadilan yang ia terima.
Pada Senin (27/8/2018) mantan gubernur Aceh ini akan melaporkan Ketua beserta anggota KPU dan KIP Aceh ke Dewan Kehormatan dan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
Sebelumnya, pada Jumat (24/8/2018) Puteh sudah melakukan konsultasi dengan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
"Saya melakukan ini karena saya sebagai WNI yang harus diperlakukan secara adil di depan hukum. KPU telah melakukan kezaliman," katanya kepada wartawan di Jakarta, Sabtu (25/8/2018).
Puteh mengatakan, KIP atau KPU bukanlah satu-satunya penyelenggara pemilu. Masih ada Bawaslu dan DKPP.
Seharusnya, KIP menghormati putusan Panwaslih.
Namun KIP dan KPU sangat cuek dan seakan menggaap remeh putusan Panwaslih.
"KPU dari awal sudah bikin masalah dengan menambah norma hukum dan sudah menyimpang dari undang-undang pemilu. Masalah gonjang-ganjing ini penyebabnya KPU," katanya.
Kuasa Hukum Puteh, Zulfikar sawang menegaskan, pihaknya akan berjuang habis-habisan sampai titik darah penghabisan.
Menurutnya, seorang mantan koruptor yang sudah dihukum dan selesai menjalani hukuman otomatis status hukumnya telah gugur.
Sehingga kembali menjadi masyarakat biasa yang punya hak sama dengan orang lain.