Laporan Wartawan Tribunnews Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Menteri Sosial Idrus Marham membahas rencana mengajukan praperadilan atas penetapan tersangka yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Oleh penyidik KPK, Idrus diduga terlibat dalam kasus dugaan suap kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1 yang diawali dari Operasi Tangkap Tangan di kediaman Idrus.
"Belum, nanti kami mau diskusikan dulu dengan beliau (Idrus Marham) dan tim," ujar kuasa hukum Idrus, Samsul Huda, saat dikonfirmasi wartawan lewat pesan singkat, Senin (27/8/2018).
Idrus diduga bersama-sama mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih menerima hadiah atau janji dari pemegang saham Blackgold Natural Recourses Limited Johannes B Kotjo.
Baca: BJ Habibie Terbaring Sakit di RSPAD Gatot Subroto, Presiden Jokowi Membesuk Pagi Ini
Eni diduga menerima jatah sejumlah Rp6,25 miliar dari Kotjo secara bertahap sejak November 2017 sampai Juli 2018. Idrus disinyalir mengetahui pemberian uang tersebut.
Bahkan Idrus yang juga mantan Sekretaris Jenderal Partai Golkar itu juga dijanjikan uang sekitar US$1,5 juta oleh Kotjo bila memuluskan proyek PLTU Riau-1.
Baca: Idrus Tersangka Kasus Suap PLTU Riau-1 Bikin Setya Novanto Terkaget
Terkait hal itu, Samsul mengatakan kliennya tidak mengetahui dan tidak menerima janji dari Kotjo agar memuluskan proyek pembangkit listrik yang masuk dalam proyek pemerintah 35 ribu Megawatt.
"Setahu saya, beliau bilang tidak tahu dan tidak pernah menerima janji yang seperti itu," tegas Huda.
Dengan penetapan Idrus sebagai tersangka maka jumlah tersangka di kasus ini ada tiga orang. Mereka yakni Eni, Kotjo, dan terbaru Idrus.
Idrus dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) atau Pasal 56 ke-2 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.