Kepalanya sempat berdarah sebelum menghembuskan nafas terakhir. "Kemarin, sekitar pukul 16.00WIB tepatnya," tukas Coki.
Selama hidupnya, Leo sangat aktif membela kebebasan pers di Indonesia. Lulusan IKIP Jakarta itu, terlibat langsung dalam perumusan UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Sejak 1999 hingga 2005 dirinya menjadi pemimpin harian Suara Karya.
Serta masih aktif di perkumpulan yang memperjuangkan amandemen dan konstitusi melindungi kebebasan pers, yakni, Masyarakat Pers dan Penyiaran Indonesia (MPPI).
Ia juga yang terus berbicara "Masyarakat yang cerdas memerlukan pers cerdas yang diawaki pula oleh wartawan yang cerdas,"
Anggota Dewan Pers, Nezar Patria menguraikan sempat bertemu dengan Leo pada pagi hari sebelum kejadian. Mereka saling menyapa dan berbicang sebentar. Pada sore, seorang staf memberi kabar Leo terjatuh dan segera melarikannya ke RSPAD.
"Saya bertemu pagi, terus kita saling sapa, setelah itu masuk ruangan masing-masing. Pas sore, ada staf kasih kabar. Ya sudah langsung ke rumah sakit," ungkapnya.
Baginya hal ini merupakan suatu kehilangan besar, terlebih bagi organisasi. Masukan dan pemikiran dari Leo yang membuat pengurus Dewan Pers tetap semangat. Terlebih, Leo juga dikenal sangat teliti dan tekun dalam mempelajari pengaduan-pengaduan.
"Kadang-kadang kita banyak bersandar dari beliau atas kasus-kasus yang ada," tukasnya.
Sebagai bentuk penghormatan terakhir, putra ketiga Leo, Bobby Batubara menjelaskan jenazah ayahnya akan disemayamkan terlebih dahulu di Kantor Dewan Pers, Sabtu (1/9) pagi, sebelum dikebumikan di Karawang.
"Akan ada prosesi dulu dari kawan-kawan seperjuangan ayah di Kantor Dewan Pers," katanya.(ryo)