Rekan SMA-nya tidak percaya kepergian Peter. Sebab mereka baru saja melangsungkan reuni. Marjuki teman SMA PSKD1(angkatan 73 - alumni 76), memandang Peter sebagai teman yang sangat baik.
“Kehangatan pribadinya membuat Peter suka mengobrol. Sama sekali tidak pernah nakal apalagi menyakiti hati orang lain. Sangat santun. Pembawaannya sebagai pemikir dan penulis juga membuatnya irit komentar”, cetus Marjuki.
Kesan lain datang dari Anton (UI, Antropologi 80) yang mengenal Peter sebagai sosok humoris. Rumah yang berdekatan membuat mereka tidak cukup bertegur sapa, namun juga saling membanyol layaknya sahabat.
“Awas ada gorila lewat, pesan saya via WA,” ejek Anton setiap Peter lewat depan rumahnya sepulang kerja.
Mendiang yang berbadan tambun itu biasanya menjawab dengan gurauan, “kurang ajar, awas guwe bales!”.
Selain suka bertandang jam berapapun ke rumahnya, Peter kadang membawa oleh-oleh hasil kebunnya.
Tak segan Peter berepot-repot, membopong buah nangka ke rumahnya demi memberikan perhatian. Peter dikenang pendidik di Sekolah Tarakanita ini, sebagai sosok yang murah hati dan berhati besar.
Kenangan lain datang dari kantor mendiang di BPIP dimana satu tahun belakangan beliau tengah menuntaskan dokumen naskah otentik Pancasila. Tugas berat dari Bapak Presiden Joko Widodo kepada badan baru yang baru berdiri sejak 2017 lalu.
Rekan sejawat Martin Sinaga, memandang Peter sebagai sejarawan cukup senior. Menurutnya, mendiang adalah pencatat terbaik Marhaenisme dan hidup Soekarno.
“Seorang sahabat di meja-meja hening sejak di UKP-PIP hingga BPIP. Darinya saya mengerti nasionalisme, juga jenis revolusi Indonesia, bahkan cara merawat ingatan akan 1965 yang masih berdebu dan menanti disiangi itu,” catat Martin.
Guru besar dan pendeta asli Medan ini berefleksi, bisakah sejarah juga mengadili sang sejarawan seperti Peter Kasenda.
Di mana vonis terlebih dulu dijatuhkan tentangnya: Sosok Peter dalam kesendirian, tapi dalam kedamaian. Menurutnya, Pak Peter dengan murah hati, selalu memberi ruang bagi siapa saja yang menginterupsi kerja penulisan historisnya.
Sebuah tugas intelektual berat yang tak lelah dilakoninya, sembari dengan murah hati Ia membagikan rampai-rampai karya pustakanya kepada para sahabat dan rekan sejawat.
Meski tidak berkeluarga, Pak Peter tetap ingin, semua orang yang dikasihinya, menjadi pribadi yang tiada lelah untuk gelisah, terus belajar.
Selamat jalan sahabat dan rekan sejawat Pak Peter Kasenda. Tuhan Allah menantimu dengan penuh suka cita di surga.
Sebagai pemikir, penulis dosen sekaligus mantan aktivis, sikap mesu diri mengharuskannya bertekun dalam kesunyian olah pemikiran, yang mengantarkan Pak Peter kepada Sang Pencipta.
Kami yang berduka,
Plt. Kepala BPIP
Prof. Hariyono