Laporan Wartawan Tribunnews, Taufik Ismail
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah memiliki pandangan lain soal kasus pemberitaan Asia Sentinel yang menyebut Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) merupakan dalang dibalik pencucian uang pembayaran pajak dan bailout Bank Century.
Fahri mengatakan mencuatnya kembali kasus century menjelang Pemilu Presiden 2019, karena KPK tidak menyelesaikan kasus tersebut.
"Ya pokoknya itu otaknya kalau tangan pun itu tangan dari KPK, karena KPK yang menghold kasus itu," kata Fahri di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (18/9/2018).
Baca: Polisi Temukan Jejak Kaki di Lokasi Pembunuhan Karyawati Bank
Menurut Fahri sekarang ini KPK sering bermain politik dengan memilah kasus yang ditangani.
Untuk kasus Century, Fahri menuding KPK memberikan perlindungan terhadap orang-orang yang terlibat.
"Di dalam KPK itu banyak orang yang melindungi dan punya conflict of interest dengan Bank Century," katanya.
Fahri mengaku mengetahui semua seluk beluk KPK.
Termasuk, friksi dan faksi-faksi yang ada di dalamnya.
Baca: Kirim Pesan Terbuka ke Lin Neumann, Jansen Sitindaon: Semoga Bapak Tak Ikut Terlibat Memfitnah SBY
"Makanya KPK saya duga sekarang ini sudah menjadi elemen politik, saya kalau ngomong begini bukan karena tidak tahu yang di dalam, tinggal nggak ngomong aja bahwa si ini ngeblok ke sini, si ini ngeblok ke sini, si ini bikin genk ini dan si itu bikin genk itu," katanya.
Sebelumnya pemberitaan Asia Sentinel yang menyudutkan SBY kembali mencuat setelah beredar foto Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko bersama pimpinan media, Asian Sentinel.
Foto tersebut menimbulkan dugaan bahwa istana terlibat dalam pemberitaan Asian Sentinel.
Juru bicara presiden, Johan Budi membantah pihak istana terlibat dalam pemberitaan Asian Sentinel yang berjudul 'Indonesia's SBY Goverment : Vast Criminal Conspirasy'.
"Saya kira enggak ada hubungan sama sekali, dimana letak kesimpulan mem-backing itu dimana? Kan harus ada data atau korelasi yang valid, kemudian bisa disimpulkan ada hubungan dengan istana," kata Johan di komplek Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (18/9/2018).
Baca: Liga Champions Afrika Memakan Korban, 5 Orang Tewas Terinjak
Menurut Johan, selama ini hubungan Presiden Joko Widodo dengan Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono, berjalan baik dan tidak ada masalah hingga saat ini.
"Jadi jangan kemudian apa-apa selalu dikaitkan dengan Istana, saya pikir enggak ada persoalan Istana dengan Pak SBY, hubungannya baik-baik saja. Jangan belum apa-apa langsung dikaitkan, kasihan Pak Presiden kita ini sedang bekerja keras," papar Johan.
Johan yang kini sebagai politisi PDIP itu pun meluruskan kabar foto Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko bersama pimpinan media asing, Asian Sentinel yang menyebut Bank Century sebagai bank SBY.
"Itu pas pertemuan apa saya enggah tahu, pas ramai-ramai ada pertemuan, yaang ketemu banyak Pemred (pemimpin redaksi) jangan kemudian di-simplified, disimpulkan ke situ (terlibat dalam pemberitaan), jauh sekali. Itu namanya, istilahnya jumping conclusion," ujar Johan.
Sebelumnya, laman berita Asia Sentinel menurunkan artikel berjudul Indonesia's SBY Government: Vast Criminal Conspiracy.
Artikel itu ditulis berdasar hasil investigasi tentang konspirasi di balik Bank Century hingga menjadi Bank Mutiara yang akhirnya jatuh ke tangan J Trust.
Artikel yang ditulis langsung oleh pendiri Asia Sentinel, John Berthelsen itu mengungkap adanya konspirasi mencuri uang negara hingga US$ 12 miliar dan mencucinya melalui perbankan internasional.
Berthelsen mendasarkan tulisannya pada laporan hasil investigasi setebal 488 halaman sebagai gugatan Weston Capital International ke Mahkamah Agung Mauritius pekan lalu.
Gugatan itu mengungkap 30 pejabat Indonesia yang terlibat skema pencurian uang dan mencucinya di bank-bank mancanegara.
Laporan hasil investigasi itu merujuk pada analisis forensik atas berbagai bukti yang kemudian dikompilasi oleh satuan tugas khusus investigator dan pengacara dari sejumlah negara, antara lain Indonesia, Inggris, Thailand, Singapura, dan Jepang.
Laporan itu dilengkapi 80 halaman keterangan di bawah sumpah yang menyeret keterlibatan lembaga keuangan internasional, termasuk Nomura, Standard Chartered Bank, United Overseas Bank (UOB) Singapura, dan lainnya.