TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menjadi oposisi yang menjalankan fungsi checks and balances terhadap pemerintah berkuasa tidaklah mudah.
Sebab, untuk mewujudkan demokrasi yang berkualitas, juga diperlukan oposisi yang berkualitas.
Namun, menurut politikus PDI Perjuangan, Charles Honoris, hal itu tidak tampak pada oposisi pemerintahan Presiden Jokowi saat ini.
“Kualitas oposisi itu ikut menentukan kualitas demokrasi. Jadi, oposisi tidak bisa cuma modal nyanyi,” kata Charles menanggapi kicauan Waketum Gerindra, Fadli Zon, yang mengubah lirik lagu ‘Potong Bebek Angsa’, Rabu (19/9/2018).
Charles membandingkan peran oposisi dalam pemerintahan Jokowi saat ini, dengan yang dilakukan PDI Perjuangan saat pemerintahan SBY dulu.
“Pada 2013, untuk membuktikan bahwa kebijakan SBY menaikkan harga BBM itu salah, PDI Perjuangan sampai merangcang APBN-P tandingan,” kata Charles.
Lewat postur APBN-P 2013 tandingan itu, kata Charles, PDI Perjuangan membuktikan bahwa terdapat sumber-sumber lain dari anggaran negara untuk menutup subsidi, tanpa harus menaikkan harga BBM.
“Bahkan dari perhitungan tersebut, PDI Perjuangan sampai merilis harga BBM tandingan,” ujar Caleg DPR untuk Dapil Jakarta III ini.
Charles mengatakan, apa yang dilakukan PDI Perjuangan saat itu adalah wujud komitmen Ketua Umum Megawati Soekarnoputri untuk menghadirkan oposisi yang berkualitas, demi demokrasi yang juga berkualitas.
“Di awal pemerintahan SBY, kita tahu Ibu Megawati menolak tawaran agar PDI Perjuangan gabung pemerintahan, dan komitmen menjadi partai penyeimbang itu dijalankan dengan baik,” ujarnya.
Menurut Charles, kerja-kerja oposisi berkualitas yang dilakukan PDI Perjuangan pada 2004-2014 itu yang kemudian dinilai rakyat, dan memenangkan partai Pancasilais ini pada Pemilu 2014.
“Kemenangan PDI Perjuangan di 2014 adalah buah dari kerja politik ideologis dan berkualitas selama 10 tahun,” ujarnya.
“Jadi, tanpa kerja-kerja berkualitas, oposisi Jokowi saat ini jangan mimpi untuk bisa berkuasa di 2019,” ujarnya.