TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Pengamat politik Universitas Jenderal Achmad Yani, Arlan Siddha mengingatkan agar Komisi Pemilihan Umum (KPU) berhati-hati dalam menyikapi usulan penandaan khusus bagi Calon Legislatif (Caleg) mantan narapidana korupsi di surat suara.
Karena dia mengkhawatirkan penandaan itu malah menguntungkan si caleg.
"Karena hal tersebut seolah menjadi tanda yang harus dicoblos," ujar Arland Siddha kepada Tribunnews.com, Rabu (19/9/2018).
Selain itu, KPU juga perlu berhati-hati dalam penandaan Caleg mantan koruptor.
Menurut dia, penandaan Caleg mantan koruptor harus jelas payung hukumnya.
"Sebab dalam aturan nama caleg dalam Kertas suara tidak boleh diskriminatif," katanya.
Sebaiknya untuk caleg mantan napi kasus korupsi diumumkan melalui alat peraga kampanye oleh KPU secara masif.
"Jika perlu ditulis kasus korupsinya apa? Dan lama tahanan berapa lama?" ujarnya.
Dengan begitu, menurut dia, masyarakat nantinya faham sekaligus teredukasi oleh alat peraga tentang napi koruptor.
"Jelas hal tersebut akan menggiring masyarakat berhati hati dalam memilih," ucapnya.
Kemudian bisa juga, kata dia, KPU umumkan melalui corong-corong media agar masyarakat menjadi ingat dan memilih lebih rasional untuk para caleg nanti.