TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wali kota Kendari nonaktif Adriatma Dwi Putra dan ayahnya, Asrun akhirnya menjalani sidang tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu sore (3/10/2018).
Keduanya yang juga anak dan ayah ini dituntut hukuman 8 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan oleh jaksa KPK.
"Menuntut supaya majelis hakim yang mengadili dan memeriksa perkara ini, menyatakan kedua terdakwa bersalah melakukan korupsi secara bersama," ucap jaksa KPK, Ali Fikri.
Jaksa meyakini Adriatma dan Asrun telah menerima sual Rp 6,8 miliar dari Direktur PT Sarana Bangun Nusantara, Hasmun Hamzah.
Uang dimaksudkan agar Adriatma dan Asrun memenangkan proyek lelang perusahaan Hasmun Hamzah dalam pembangunan gedung DPRD Kotaa Kendari, hingga jalan Bungkutoko Kendari New Port.
Asrun juga sebelumnya merupakan mantan Wali Kota Kendari, kemudian diteruskan oleh Adriatma. Bahkan Asrun sempat mencalonkan diri sebagai Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra) di Pilkada 2018. Uang suap dari Hasmun Hamzah, turut digunakan untuk biaya politik Asrun.
Untuk mengurus keperluan dana bagi Asrun, Adriatma dan Fatmawati Faqih (mantan Kepala BPKAD Kota Kendari) ditunjuk sebagai tim pemenang mengurusi dana kampanye.
Adriatma dan Asrun diyakini jaksa melanggar Pasal 12 huruf b Undang-Undang No 31 tahun w999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang No e0 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 5d ayat 1 ke 1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.