TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dalam surat dakwaan Pemegang saham Blackgold Natural Resources (BNR, Ltd) Johanes Budisutrisno Kotjo yang dibacakan jaksa KPK, Kamis (4/10/2018) di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Kotjo didakwa telah memberikan suap atau menjanjikan uang Rp 4,7 miliar kepada Eni Maulani Saragih, anggota DPR Komisi VII dari Fraksi Golkar dan Idrus Marham.
Uang diberikan agar Eni membantu terdakwa mendapatkan proyek Independen Power Producer (IPP) PLTU Mulut Tambang Riau-1 antara PT Pembangkit Jawa Bali Investasi (PT PJBI), BNR Ltd dan China Huadian Engineering Company (CGEC Ltd).
Sejak 2015, terdakwa sudah mengetahui rencana pembangunan PLTU Riau-1. Terdakwa berusaha mencari investor yang bersedia melaksanakan proyek.
Akhirnya terdakwa mendapatkan perusahaan asal China, CHEC Ltd dengan kesepakatan apabila proyek berjalan terdakwa akan mendapatkan fee sebesar 2,5 persen atau sekitar 25 juta dollar AS dari perkiraan nilai proyek 900 juta dollar AS.
Masih menurut dakwaan jaksa fee itu akan dibagi-bagi ke semua pihak yang membantu termasuk
Setya Novanto yang mendapat jatah 24 persen atau sekitar 6 juta dollar AS.
"Setya Novanto menyampaikan pada Eni agar membantu terdakwa dalam proyek PLTU Riau-1. Untuk itu terdakwa akan memberikan fee yang kemudian disanggupi Eni," tegas jaksa Ronald Ferdinan.
Setelah Setya Novanto ditahan KPK dalam kasus e-KTP, Eni melaporkan perkembangan proyek PLTU Riau-1 ke Idrus Marham dengan tujuan agar nantinya Eni tetap diperhatikan oleh terdakwa karena Idrus merupakan Plt Ketum Golkar.
"Eni menyampaikan ke Idrus bahwa Eni akan mendapatkan fee dari terdakwa untuk mengawal proyek PLTU Riau-1," kata jaksa Ronald Ferdinan.
Pada 25 November 2017 atas sepengetahuan Idrus Marham, Eni mengirim pesan melalui WhatsApp yang pada pokoknya meminta uang sejumlah 400 ribu dollar AS ke terdakwa.Menindaklanjuti itu, pada 15 Desember 2017, Eni mengajak Idrus untuk menemui terdakwa di kantornya, Graha BIP Jakarta.
"Terdakwa menyampaikan ke Idrus, terkait adanya fee 2,4 persen yang nantinya akan diberikan ke Eni jika proyek PLTU Riau-1 berhasil terlaksana," ungkap jaksa Ronald Ferdinan.
Selanjutnya Eni selaku Bendahara Munaslub Golkar meminta sejumlah uang ke terdakwa dengan alasan untuk digunakan dalam Munaslub Golkar. Guna meyakinkan terdakwa, Idrus juga menyampaikan ke terdakwa : Tolong dibantu ya. Permintaan Eni dan Irdus disanggupi oleh terdakwa.
Terdakwa memerintahkan sekretaris pribadinya, Audrey Ratna memberikan uang secara bertahap dalam mata uang rupiah berjumlah Rp 4 miliar ke Eni melalui Tahta Maharaya di kantor terdakwa.
Lanjut pada 27 Mei 2018, Eni mengirim pesan pada terdakwa meminta uang Rp 10 miliar untuk keperluan Pilkada suami Eni yang mencalonkan diri menjadi Bupati Temanggung. Namun terdakwa menolak permintaan dengan mengatakan : Saat ini cashflow lg seret.
Eni kembali berusaha meminta uang ke terdakwa lagi-lagi untuk keperluan Pilkada suaminya, namun terdakwa keberatan. Hingga Eni mengajak Idrus ke kantor terdakwa. Idrus meminta terdakwa memenuhi permintaan Eni dengan mengatakan : tolong adik saya ini dibantu buat Pilkada.
"Pada 8 Juni 2018, Eni kembali meminta Idrus menghubungi terdakwa terkait permintaan uang untuk pilkada suaminya. Idrus lalu menghubungi terdakwa melalui pesan dengan kalimat : maaf bang, dinda butuh bantuan untuk kemenangan bang, sangat berharap bantuan Bang Koco...Tks sebelumnya," papar jaksa Ronald Ferdinan.
Setelah mendapatkan pesan dari Idrus, terdakwa memberikan uang Rp 250 juta ke Eni melalui Tahta Mahakarya di kantor terdakwa.
Atas perbuatannya terdakwa diancam pidana Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 13 UU RI No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.