TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Eko Putro Sandjojo mengajak generasi milenial untuk ikut membangun dan mempromosikan produk unggulan desa serta desa-desa wisata yang dikelola oleh Badan Usaha Milik Desa (BUMDes).
Menurut dia, hal ini termasuk upaya Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) untuk menghilangkan citra desa yang tertinggal, kumuh, dan dihuni penduduk berpenghasilan rendah atau miskin itu juga dilakukan lewat empat program prioritas.
Upaya itu berupa Produk Unggulan Kawasan Perdesaan (Prukades) Pembangunan Embung, pembentukan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), dan pembangunan sarana olahraga desa.
“Dana Desa dan keempat program prioritas Kemendes PDTT telah menyulap desa menjadi maju dan mandiri,” ujar Mendes Eko Putro Sandjojo yang menjadi keynote speaker pada acara Milenial Bicara Desa di Kampus Binus, Jakarta, Kamis (4/10/2018).
Menurut Eko, peraturan pemerintah juga mengharuskan penggunaan Dana Desa secara swakelola, sehingga hanya berputar di desa.
“Dari tenaga kerja, bahan material, hingga konsumsi yang digunakan selama pelaksanaan proyek berasal dari warga desa sendiri,” katanya.
Untuk menyebarkan semangat membangun desa ini, Menteri Eko mengajak generasi milenial untuk ikut membangun dan mempromosikan produk unggulan desa serta desa-desa wisata yang dikelola oleh BUMDes.
“Ide kreatif generasi milenial dan eksistensinya di media sosial bisa menjadi energi besar dalam pembangunan desa di era milenial,” paparnya.
Helatan Desa Membangun Indonesia Goes to Campus juga menghadirkan narasumber lainnya. Diantaranya Rudy Suryanto Sekjen Forum BUMDes Indonesia, Sanny Gaddafi CEO 8villages, dan Bonivius, Kepala Biro Humas Kemendes PDTT.
Menteri Eko berharap kepada anak anak muda khususnya mahasiswa melihatlah potensi yang ada di desa khusunya daerah masing masing jangan terfokus di kota kota besar, karena desa sendiri mempunyai persoalan tersendiri yang bisa menjadi oportuniti. Bukan itu saja kesempatan untuk sukses lebih mudah karena daya saingnya rendah.
"Jadi anak anak muda itu melihat potensi di desa karena di desa itu banyak persoalan, tetapi persoalan itu jelas dan ini akan menjadi oportuniti bagi and mereka dan kompetisinya lebih renda dan jdi untuk mereka chance untuk suksesnya lebih mudah contohnya mengelola pariwisata mengelola E-Commerse, mengelol paska panen dan sebagainya," jelasnya.
Sejalan dengan itu, dosen Univeritas Binus, Wendy P. Tarigan mengatakan generasi milenial kota tak hanya identik dengan eksis di media sosial dengan gaya hidupnya.
Mahasiswa Bina Nusantara (Binus) juga punya kepedulian terhadap pembangunan desa. Mereka datang ke Desa Pasirmulya di Kabupaten Bandung, menjawab kebutuhan masyarakat akan pentingnya peran teknologi serta kreativitas dalam pembangunan desa.
“Selama tinggal di desa, mahasiswa melakukan eksplorasi nilai-nilai kearifan lokal dan juga mengenai potensi pengembangan sebagai desa wisata dengan mengandalkan hasil kekayaan alamnya, dalam hal ini kebun kopi,” kata Tarigan.
Kebun kopi dengan keindahan alamnya, sambung Wendy, dikemas dan dikembangkan menjadi Desa Wisata Coffeetainment.
“Kebun kopi bukan hanya sebagai pengasil produk unggulan desa, tapi juga jadi tempat wisata. Sehingga memberi nilai tambah bagi desa dan warganya,” katanya. (*)