TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mencatat angka kematian neonatal atau sebelum bayi berumur satu tahun menurun dari 32 per 1000 kelahiran hidup di 2012 menjadi 15.
Data ini berdasarkan hasil Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SKDI) yang dilakukan BKKBN bersama BPS dan Kementerian RI.
"Semua angka kematian bayi dan anak berdasarkan hasil SDKI 2017 menunjukkan angka lebih rendah dibandingkan dengan hasil SDKI 2012," ungkap Plt. Kepala BKKBN Sigit Priohutomo dalam pemaparan Hasil Laporan Akhir SKDI 2017 di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Selasa (9/10/2018).
Angka kematian bayi di bawah lima tahun (balita) juga mengalami penurunan dari 40 per 1000 kelahiran di 2012 menjadi 32 per 1000 kelahiran di 2017.
"Berdasar hasil suvei, tingginya angka kematian balita rata-rata disebabkan berbagai penyakit, seperti ISPA (infeksi saluran pernapasan akut), panas tinggi hingga diare," katanya.
Dalam acara yang sama, Peneliti Badan Penelitian dan Pengembangan Kemenkes RI, Tin Afifah menjelaskan, penurunan angka kematian bayi itu terkait dengan kondisi sosial, ekonomi dan kesehatan masyarakat di Indonesia.
"Misalnya, kematian bayi dan anak rendah menjadi refleksi adanya peningkatan terkait pengetahuan ibu soal kehamilan, perawatan anak semasa hamil, gizi lebih baik," papar Tin Afifah.
"Kemudian dari pelayanan kesehatan. Ibu yang kehamilannya diperiksa oleh tenaga kesehatan kompeten cukup tinggi angka di 2017 mencapai 93,9 persen," katanya.
Sigit mengatakan hasil SDKI 2017 itu akan dijadikan rujukan dalam melakukan evaluasi pencapaian program kependudukan, keluarga berencana dan kesehatan serta sebagai dasar dalam penyusunan Rencana Jangka Panjang Menengah Nasional (RPJMN) periode 2020-2024.
"Tentunya hasil survei ini kita akan gunakan untuk perencanaan periode RPJMN lima tahun ke depan," ujar dia.