Laporan Wartawan Tribunnews.com Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan petinggi Lippo Group, Eddy Sindoro (ESI) akhirnya menyerahkan diri ke KPK untuk diproses hukum atas kasus suap pengurusan peninjauan kembali (PK) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat setelah dua tahun terakhir menjadi buronan KPK.
Atas penyerahan diri Eddy Sindoro yang turut dibantu oleh banyak pihak mulai dari Orotitas Singapura, Polri, Imigrasi dan KBRI di Singapura, KPK menyatakan terima kasih.
Baca: Eddy Sindoro Sambil Tersenyum: Saya Sudah di Sini, Siap Jalani Proses Hukum
Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang angkat bicara soal upaya lembaganya untuk bisa memproses hukum Eddy Sindoro mulai dari melakukan pemanggilan hingga menetapkan Eddy Sindoro sebagai Daftar Pencarian Orang (DPO).
"Penyidik telah beberapa kali memanggil yang bersangkutan (Eddy Sindoro) untuk menjalani pemeriksaan. Namun dia tidak hadir. Hingga KPK mengeluarkan DPO terhadap yang bersangkutan," terang Saut, Jumat (12/10/2018) di KPK, Kuningan, Jakarta Selatan.
Atas sikap koperatif Eddy Sindoro yang ditunjukkan dengan menyerahkan diri, dia berharap kasus ini bisa dijalani hingga selesai di meja hijau.
Terkait kronologi atas perkara Eddy Sindoro, Saut memaparkan di awali dari KPK yang menangkap dua orang, Doddy Aryanto Supeno (DAS-swasta) dan Edy Nasution (EDN-panitera atau Sekretaris pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat) di Jakarta pada 20 April 2016. Keduanya kemudian ditetapkan sebagai tersangka.
Lanjut pada Mei 2016, KPK dua kali memanggil Eddy Sindoro sebagai saksi namun dia selalu mangkir. Barulah pada November 2016, KPK menetapkan Eddy Sindoro sebagai tersangka.
November 2016, KPK memanggil Eddy Sindoro untuk diperiksa sebagai tersangka. Lagi-lagi, Eddy Sindoro tidak hadir tanpa keterangan.
Pada November 2017, Eddy Sindoro diduga mencoba melakukan perpanjangan paspor Indonesia di Myanmar. Dari akhir tahun 2016 hingga 2018, Eddy Sindoro diduga berpindah-pindah di sejumlah negara.
"Dia (Eddy Sindoro) berpindah-pindah di Bangkok, Malaysia, Singapore dan Myanmar. Baru pada Agustus 2018, KPK meminta untuk penetapan Daftar Pencarian Orang (DPO) terhadap ESI (Eddy Sindoro)," tutur Saut Situmorang.
Saut melanjutkan pada 29 Agustus 2018, Eddy Sindoro sempat dideportasi untuk dipulangkan ke Indonesia melalui Bandara Soekarno Hatta, Indonesia.
Masih di hari yang sama, setelah sampai di Bandara Soekarno Hatta, Eddy Sindoro kembali terbang ke Bangkok, Thailand, yang diduga tanpa melalui Imigrasi.
Hilang selama dua tahun, barulah pada Jumat (12/10/2018) Eddy Sindoro menyerahkan diri ke KPK melalui Atase Kepolisian RI di Singapura lalu dibawa ke KPK.
Atas perbuatannya Eddy Sindoro disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a dan/atau pasal 5 ayat (1) huruf b atau pasal 13 UU Tindak Pidana Korupsi No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU Tindak Pidana Korupsi No 20 tahun 2001. Jo pasal 64 jo. Pasal 55 ayat (1) ke -1 KUHPidana. 7.
Untuk pengembangan penyidikannya, lanjut Saut, sekurangngnya sejak November 2016 hingga hari ini KPK telah memeriksa 28 orang saksi untuk tersangka Eddy Sindoro.
Unsur saksi yang diperiksa antara lain: staf darn Panitera PN Jakarta Pusat, Advokat, Pegawai PT. Artha Pratama AnugerahPresiden Direktur PT. Paramount Enterprise International, dan swasta lainnya.
Baca: Rian Ernest: Fadli Zon Mau Lapor Balik Hak Beliau
Dalam perkembangan penanganan perkara, KPK juga menetapkan status tersangka pada Luccas (pengacara) atas dugaan tindak pidana dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan KPK pada Eddy Sindoro.
Atas kasus ini, dua tersangka sebelumnya, Doddy sudah divonis pidana penjara 4 tahun denda Rp 150 juta subsidair 6 bulan. Sedangkan Edy Nasution divonis 8 tahun penjara, denda Rp.300.000.000 subsidiair 6 bulan.